resensi

REVIEW Kisah Muram di Restoran Cepat Saji

Kisah Muram di Restoran Cepat Saji

Di Indonesia, orang mau makan suka kebingungan sendiri ketika sudah berada di depan meja kasir. Mereka terlongo-longo sambil bergumam, mau makan apa ya aku? Mau makan saja bingung dan harus berpikir, bagaimana memikirkan negara yang makin korup. Berpikir soal makan saja kelimpungan. Itulah mengapa, Indonesia sulit jadi negara maju. Coba perhatikan orang bule, saat memesan menu di restoran cepat saji, mereka telah menentukan pilihan menunya ketika ia baru saja berniat makan di situ. Itulah bedanya… (hlm. 40)

Ia memilih menjadi orang Indonesia pada umumnya. Ia tak peduli lagi betapa korup negaranya, karena ia sendiri tak bersih dari itu, bahkan kini ia bagian dari sistem itu. (hlm. 45)

Ada pepatah lama mengatakan bahwa pelanggan adalah raja. Sebagai pelayan, selalu siap sedia menyajikan apa yang dibutuhkan pelanggan. Seperti halnya pelayanan pada umumnya, saya tiap hari musti wara-wiri melayani kemauan pelanggan. Sebagai pustakawan tunggal, saya harus melayani murid-murid dengan berbagai macam permintaan; peminjaman dan pengembalian buku, mencari referensi tugas, minta tolong saat tidak bisa ngeprint tugas, dan lain-lain. Layaknya raja, murid-murid ini selalu minta segala sesuatunya dengan cepat dan instant. Byuhhh…memangnya masak mie, yang bisa instant? :p

Cerpen yang menjadi judul dalam kumpulan cerpen ini menyajikan representasi kehidupan masyarakat Indonesia dalam urusan perut. Bingung saat memilih mau makan apa, apalagi bingung mau menentukan kemana negara ini akan dibawa?!! Si tokoh utama terjepit keadaan yang membuatnya seperti masyarakat Indonesia pada umumnya.

Boneka Menangis

Ya, betapa sulitnya kami menghapus kenangan bersama Riri. Tak semudah dan sesederhana menghapus tulisan dari papan tulis. Riri putri kami satu-satunya, cantik, lucu, dan ia adalah matahari bagi kehangatan kekeluarga kami. (hlm. 6)

Eyaaammpuuunnn…baca cerpen pembuka dalam buku ini sungguh bikin bulu kuduk merinding. Cerpen ini mengingatkan saya akan masa kecil. Dulu, saya punya boneka kesayangan. Mirip ama boneka yang dideskripsikan dalam cerpen ini. Entah kenapa, saat beranjak bukan kanak-kanak lagi, saya jadi takut melihat boneka. Mana bacanya nggak sengaja malam Jumat pula, merinding pangkat dua iniii.. d(*⌣*)b

Bila Senja Ingin Pulang

Ia selalu membawa belati untuk membuat layang-layang sendiri. Ia gadis kecil penyuka layang-layang. Karena itu ia sangat suka langit dan angin. Maka ia pun sangat suka senja. Hingga ia sering berlari mengejar-ngejar senja. (hlm. 12)

Mimi-mimpi yang Mengajakku Tersesat

Tujuh hari bekerja tanpa henti, lantas aku tertidur sangat pulas karena kecapaian. Ketika terbangun, aku berada di sebuah kamar asing. Tak tahu di mana aku sekarang berada. Kamar ini relatif kecil, tidak seperti kamar tidurku… (hlm. 19)

Malaikat yang Mencintai Senja

Tareq sedang menatap tanpa berkedip ke arah cakrawala. Matahari lamat-lamat tenggelam di uufk Barat menyisakan semburat cahaya jingga kemerahan yan melindap. (hlm. 35)

Aku Bercerita dari Pesawat yang Sedang Terbang

Aku melirik ibuku. Ia membalas melirikku. Ibu tersenyum hampa. Aku tahu, Ibu ingin pesawat ini jatuh. Dan kami mati. Mati bersama. Kakakku terbangun dari tidurnya yang lelap, mungkin mimpinya terganggu oleh guncangan. Ia lalu menggamit tangan ibuku. Ia juga menatapku lekat. Semoga kita mati bersama. (hlm. 59)

Baca cerpen ini langsung ngilu, langsung mengingatkan saya akan mama. Mama pergi tanpa saya tidak di sisinya. Mirip seperti cerpen ini.

Tentang Mayat yang Sedang Tersenyum

Jantungku berdetak dengan cepat ketika Ayah melangkah ke arahku, kakinya begitu ringan, wajah Ayah yang pucat kini tampak bercahaya, terang benderang. Dan menghilang! Aku tersentak. Ruangan kembali gaduh oleh orang-orang mengaji diselingi isak tangis para pelayat. Di beranda, keranda telah disiapkan. Suara sirene meraung-raung dari mobil jenazah menuju pemakaman. (hlm. 72)

Obsesi

Walaupun demikian, impianku untuk menjadi seorang koruptor terus saja tertanam dalam sanubariku. Ibarat dian yang tak kunjung padam. Kobaran itu makin menyala-nyala. Kolegaku di universitas sempat tertawa terbahak-bahak ketika mengetahui obsesiku menjadi koruptor. (hlm. 91)

Cerpen ini mengingatkan kita akan sebuah kasus besar yang melanda koruptor muda. Pintar tidak menjadikan seseorang memiliki kuat iman. Terkadang pintar justru menjerumuskan seseorang kepada hal-hal yang nista.

Lelaki yang Terperangkap dalam Prangko

Pengalaman dengan prangko yang menakjubkan membuka mata hatinya pada suatu kesadaran tentang benda dan sejarah.

Sejarah tetaplah sejarah, yang tak bisa dipelintir untuk dibelokkan ke kanan, ke kiri, ke atas, ke bawah sesuai kehendak penguasa.

Prangko tetap mencatat sejarah sebagaimana gambar yang terlukis di atas kertasnya. (hlm. 106)

Lelaki Abu-abu yang Membatu

Semua peraturan dan perundang-undangan perpajakan dibuatnya menjadi wilayah abu-abu. Sehingga yang salah dapat dibenarkan, yang sudah benar bisa dibengkokkan menjadi sesuatu yang illegal namun legal. Pokoknya ia mengacaukan sistem yang ada. (hlm. 129)

Perjamuan di Akhir Cerita

Jakarta memang kota yang aneh. Siapa saja yang beruntung maka ia akan dengan mudah hidup di kota yang kejam ini. Siapa yang tak beruntung, mampuslah ia! Seperti seekor kerbau nahas ini. (hlm. 146)

Kelima belas cerpen yang diracik Bamby Cahyadi ini disajikan dengan cita rasa yang berbeda. Masing-masing meski hanya terdiri cerita-cerita singkat (namanya juga cerpen) mampu mengaduk emosi. Benar-benar sajian hangat untuk dibaca. Suka banget! (´⌣`ʃƪ)

Dalam dunia kepenulisan Indonesia, nama Bamby Cahyadi sudah tidak asing lagi di telinga kita dengan goresan karya-karyanya yang ciamik. Tangan untuk Utik (Penerbit Koekoesan, 2009) adalah buku kumpulan cerpen perdananya. Terlibat dalam Antologi Bob Marley dan 11 Cerpen Pilihan Sriti.com (Gramedia Pustaka Utama, 2009), bunga rampai cerpen Si Murai dan Orang Gila (DKJ & Kepustakaan Populer Gramedia, 2010), dan bunga rampai cerpen Temu Sastrawan Indonesia IV Ternate (TSI IV, 2011), juga novel bersama 11 penulis lainnya berjudul Sengatan Sang Kumbang (2011).

Beruntung sekali saya berkesempatan terpilih mendapatkan buku ini sebagai sepuluh pengguna akun facebook yang menggunakan cover kumcer ini sebagai foto profil, lengkap dengan bonus tanda tangan langsung dari penulisnya! \(´▽`)–(´▽`)/

Keterangan Buku:

Judul                            : Kisah Muram di Restoran Cepat Saji

Penulis                          : Bamby Cahyadi

Ilustrasi sampul   : Shutterstock.com

Desain sampul              : Ridho Muchlisin

Penerbit                        : Gramedia

Terbit                           : 2012

Tebal                            : 152 hlm.

ISBN                           : 978-979-22-9080-6

2013 Indonesian Romance Reading Challenge

https://luckty.wordpress.com/2013/01/04/2013-indonesian-romance-reading-challenge/#comment-959

http://lustandcoffee.wordpress.com/2013-indonesian-romance-reading-challenge/

4 thoughts on “REVIEW Kisah Muram di Restoran Cepat Saji”

  1. Kyaaaaaaaaaa senangnya dapet langsung 😀 *mupeng
    aku udah punya ini, tapi aku baca pelan2, ahahha kalo sempet nyicil 1 cerpen gitu terus, soalnya enak kalau kumcer bisa ditinggalin karena 1 cerita langsung selesai ga perlu penasaran kayak novel 😀
    ceritanya emang bagus-bagus, imajinatif, kadang ga kepikiran gitu di otak, dan ini membuat ide semakin banyak di kepala 😀

    salam

  2. Yang di boneka menangis, sama kejadian kaya Mba Luckty, dulu aku paling suka maen boneka apalagi yang kaya boneka Susan, bisa nangis , ketawa, tapi sejak nonton film Chucky, jd takut dan ga mau lg maen sama boneka Susan spt itu lg 🙂

Leave a reply to Astri Nardi Cancel reply