buku, resensi

REVIEW Macaroon Love

macaroon love

Ketika udara berkonspirasi dengan kebahagiaan dalam hatimu, tak akan ada yang bisa merenggut kebahagiaan itu. Sebab ia akan masuk melalui saluran napasmu, melewati paru-parumu, menuju jantungmu, lalu menjadi butiran-butiran darahmu. Menyatu dalam tubuhmu seutuhnya. (hlm. 259)

Magali memiliki masalah penting seumur hidup, yakni namanya sendiri. Tidak ada yang tahu pasti kenapa ayahnya memberi nama itu setelah dia lahir. Sayang sekali, sang ibu meninggal sesaat setelah mengantarnya hadir ke dunia. Kalau tidak, tentu wanita itu punya pilihan nama yang sedikit jauh lebih normal. Bahkan dalam bentuk paling ekstrem, gadis itu menganggap namanya kutukan sehingga dirinya memiliki sifat dan selera yang aneh menyangkut segala sesuatu, terutama makanan.

Magali berdamai dengan segala keanehan dalam dirinya. Dia tidak bisa menyukai lagu-lagu boyband yang digilai hampir semua teman-teman perempuannya saat itu. Dia tidak bisa menikmati aksesoris di tangan, leher, telinga, kepala atau bagian mana pun di tubuh. Magali juga tidak menyukai jins karena bahannya terasa terlalu panas. Dia tidak bisa menyukai sepatu seperti mencintai sandal. Dan yang paling parah, dia suka sekali bereksperimen dengan makanan dan tidak suka kombinasi hidangan yang umumnya ada di restoran-restoran.

Betapapun Magali sebal dengan namanya sampai sekarang, dia tidak pernah punya keberanian untuk mengganti begitu saja. Entah kenapa, Magali selalu berpikir, ada rahasia besar di balik nama anehnya itu. Suatu perasaan aneh yang datang setiap dia teringat namanya. Ketika mengenal internet saat SMA, Magali melakukan riset kecil-kecilan tentang nama tersebut. Tampaknya informasi yang diberikan ayahnya tentang namanya sama seperti yang didapatnya dari google search. Magali berasal dari bahasa Prancis yang berarti mutiara. Walaupun tidak umum dipakai di Prancis sebagai nama, namun Magali memang masuk kategori nama untuk anak perempuan. Makna luasnya adalah daughter of the sea.

Alamaaakkk… Magali ini saya banget. Sampai sekarang selalu teka-teki dan penasaran dengan nama sendiri. Dulu juga belum sempat nanya detail ke almarhum mama apa arti dari pemberian nama yang sangat tidak familiar ini. Cuma mama pernah bilang; Luckty itu mutiara kecil. Gak tau ini ambil kata dari mana. Bahkan sampai sekarang masih banyak yang belum bisa menyebut nama dengan benar; Luki, Lutfi, Lupi, Uti, bahkan kerap dipanggil Giyan atau plesetannya; Giant (temannya Doaremon, wkwkwk) #TossDuluAmaMagali ( ‘⌣’)人(‘⌣’ )

Pasti adalah di tiap-tiap cewek itu keunikannya masing-masing, cuma kadarnya aja yang beda. Dan, gak semua bisa memperlihatkan keunikannnya. (hlm. 79)

Mengenai pekerjaannya sendiri, Magali sebagai freelance writer yang sudah pasti bukan pekerjaan idaman baginya. Dia tidak menerima gaji, melainkan honor atas tulisannya yang dimuat. Sedikit uang transportasi dan pinjaman laptop dari kantor, sebatas itu fasilitas yang didapat. Tapi Magali cukup bersyukur sebab editor yang membawahinya menempatkan dia di rubrik kuliner. Baginya itu pencapaian. Mungkin Magali diterima bekerja karena sempat memamerkan pengetahuan tidak lazimnya kepada calon atasan. Dia hafal nama-nama chef terkenal di dunia berikut signature dish-nya. Dia tahu nama-nama restoran dengan penghargaan Michelin Star di seluruh dunia, lengkap dengan menu spesial mereka.

Dua minggu sekali Magali harus menyerahkan artikel hasil meliput restoran yang ditunjuknya oleh redaktur. Bermodalkan kamera nikon butut yang diberi Mbak Varaya, atasannya, dan laptop Acer edisi tahun gajah sebelum Masehi, dia kelililing area Bintaro dan Kemang mencari restoran untuk diliput. Meliput hidangan demi hidangan yang disajikan untuk difoto, diamati, dicicipi, kadang ikut memasaknya di dapur restoran. Seringkali, itu bagian yang paling menyenangkan sekaligus menyebalkan.

Kyaaa…lagi-lagi setuju ama sikap Magali ini. Kita tidak harus mengikuti apa yang dilakukan orang lain. Begitu juga dengan cita-cita, saya memilih pekerjaan yang lumayan aneh bagi kebanyakan orang, menjadi mahluk berlabel langka; pustakawan sekolah 😀

Cita-cita kan, tidak harus terdengar bombastis agar yang mendengar ternganga. Bukan untuk itu cita-cita diciptakan. Cita-cita itu adalah pencapaian yang memberi kepuasan kepada diri sendiri, bukan orang lain. (hlm. 42)

Tidak ada yang namanya kebetulan. Manusia hanya tinggal memilih jalan mana yang harus dituju. Magali bertemu dengan Ammar. Sosoknya mengingatkannya akan ayahnya sendiri, Jodhi. Dan yang bikin syok bagi Magali adalah Ammar memiliki tempat makan bernama; “Suguhan Magali, Makanan Kita”. Dari sinilah kehidupan Magali yang tadinya datar langsung berubah.

Jatuh cinta itu rasanya seperti bukan dirimu. Saat jatuh cinta, kamu akan berpikir seratus kali apa yang salah dengan dirimu. Padahal selama ini kamu merasa tidak ada yang salah dan begitu nyaman dengan hidupmu apa adanya. Tapi kenikmatannya adalah, kita tahu sesuatu yang asing dalam diri kita itu adalah sesuatu yang indah, nikmat dan kadang-kadang membuat ketagihan. Cinta. (hlm. 115-118)

Banyak sekali kalimat favorit yang bertaburan dalam novel ini:

  1. Harusnya nama itu hak prerogatif seseorang sejak lahir. Sampai saatnya dia bisa memutuskan mau memakai nama apa. (hlm. 20)
  2. Kalo lo mau sesuatu, lo harus usaha. (hlm. 28)
  3. Perempuan itu istimewa, jangan suka latah. (hlm. 34)
  4. Kalau nunggu terus, kapan cukupnya? (hlm. 37)
  5. Mata tidak bisa menipu. Kamu bisa melihat apakah seseorang itu tersenyum dengan tulus atau hanya berpura-pura dari sinar matanya. (hlm. 102)
  6. Nggak ada yang mudah dalam hidup ini, tapi kalau kamu niat pasti bisa. (hlm. 139)

Ada juga quotes tentang makanan:

  1. Makanan klasik akan selalu punya tempat di hati penikmatnya, tapi dalam tiap periode akan selalu muncul satu makanan yang menjadi tren. (hlm. 137)
  2. Makanan harusnya berlandaskan selera, bukan kebiasaan dan tradisi. (hlm. 141)
  3. Makanan bukan hanya masakan yang akan berakhir di perutmu, melainkan sebuah petualangan yang patut dinikmati dan dihargai. (hlm. 174)

Nyidam buku ini udah lama, ditambah tahun lalu ada lomba resensinya, sayang belum kesampaian punya. Baru tahun ini akhirnya bisa kesampaian baca dan langsung abis dalam sekali baca. Suka banget ama kisah Magali ini. Gak hanya itu, tokoh Ammar, Jodhi, Nene, dan Beau juga menarik dan memiliki karakter masing-masing. Bukunya mungil, bisa dibawa kemana-mana. Jenis font dan tata layout-nya pun bikin nyaman untuk membaca. Yang cukup mengganggu adalah judulnya kan macaroon, tetapi kenapa di tiap pergantian BAB dan pinggiran tiap halaman malah disuguhi capcake? Hehehe… :p

Abis baca ini langsung teringat obsesi lama yang sampai sekarang belum kesampaian juga; pengen punya kafe buku! 😀Semua hal yang terjadi dalam hidup kita adalah sambungan rantai dari kejadian sebelumnya. Tidak bisa diputus begitu saja. (hlm. 240)

Keterangan Buku:

Judul                     : Macaroon Love

Penulis                 : Winda Krisnadefa

Penyunting         : Rini Nurul Badariah

Proofreader       : Dina Savitri

Penerbit              : Qanita

Terbit                    : Maret 2013

Tebal                     : 264 hlm.

ISBN                      : 978-602-9225-83-9

Indonesian Romance Reading Challenge 2014

https://luckty.wordpress.com/2014/01/01/indonesian-romance-reading-challenge-2014/

New Authors Reading Challenge 2014

https://luckty.wordpress.com/2014/01/02/new-authors-reading-challenge-2014/

39 thoughts on “REVIEW Macaroon Love”

  1. aku kemarin ini baca artikel yang bilang kalau sebetulnya istilah bahasa prancis yg tepat itu macaron, sedangkan macaroon mengacu pada jenis kue yg lain XD nggak tau juga deh bener/engga…jd ngidam pingin macaron/macaroon nih ;p

  2. Saya tidak menemukan buku bertema kuliner, jadinya ya, tidak ikut postbar deh 😦

    wah, kayaknya, ini penulisnya melakukan banyak riset ya 😀

  3. Intinya, setiap nama yang diberikan dari orang tua pasti memiliki arti tersendiri. Nggak mungkin orangtua memberi nama anaknya yang jelek, pasti semuanya bagus-bagus.
    Nah, bicara soal cita-cita, hanya diri seseorang itulah yang menentukan bisa atau tidaknya terhadap pencapaian atas cita-citanya.

    Review lengkap disajikan dengan bahasa yang sederhana, mudah dipahami, jujur saya suka baaca review yang seperti ini. Apalagi jika ada quotes-nya, itu menjadi nilai tambah tersendiri untuk review maupun juga rating untuk novel yang disebutkan.

  4. “Makanan klasik akan selalu punya tempat di hati penikmatnya, tapi dalam tiap periode akan selalu muncul satu makanan yang menjadi tren”

    Favorit juga sama kalimat di atas. Saya banget itu 😀

  5. “Cita-cita kan, tidak harus terdengar bombastis agar yang mendengar ternganga. Bukan untuk itu cita-cita diciptakan. Cita-cita itu adalah pencapaian yang memberi kepuasan kepada diri sendiri, bukan orang lain. (hlm. 42)”

    Aaah, suka kalimat ini! Jleb sekali. Hehe…..

    Kak Luckty pengin bikin kafe buku? Buka di Jakarta ya, biar Ru bisa mampir. Hihihi….

  6. Ngomongin nama, saya juga sempat kecewa setelah tahu nama saya juga nggak ada artinya sama sekali, pun setelah searching di internet, tapi juga nggak bisa ganti seenak jidat…

    Review-nya bagus…

    Ngena…

    Pas…

    Maknyusss

    😀

  7. Aduh, liat gambar2nya, bikin nelen ludah… Lucu juga ya nama Magali . Btw,selama ini aku bener lo nyebut nama Luckty. Kadang aja jadi Lucky hahaha…

Leave a reply to Fenita Penot Cancel reply