Seseorang yang gemar membaca akan mempunyai pandangan yang luas, membuatnya menjadi manusia yang utuh, sedangkan orang yan gemar berdiskusi membuat orang harus siap memberikan jawaban atau mengajukan pertanyaan, dan orang yang gemar menulis membuatnya menjadi manusia yang cermat. –Francis Sacon-
Suka ada yang nanya, kenapa sih suka baca buku? Dan masih sempat-sempatnya nulis review buku yang habis dibaca? Bagi saya, membaca adalah sebuah hobi sekaligus kebutuhan, bukan hanya kewajiban semata karena tuntutan pekerjaan.
Memang sih, menjadi pustakawan syarat mutlaknya harus banyak membaca. Seringkali pemustaka bertanya sebuah buku, trus pustakawan nggak tahu isi bukunya, apa kata dunia?!? Mas-mas jual CD bajakan aja hapal isi film-film yang dijualnya, masak pustakawan yang katanya agen informasi malah nggak ngerti ama buku di perpustakaannya?!? #PLAKK
Kalau ditanya apakah semua buku di perpustakaan sudah saya baca? Ya jelas bohong banget kalo semua buku sudah saya baca, gyahaha…. Meski begitu, minimal kalo buku pelajaran harus tahu garis besar isi bukunya atau kalo ada murid unyu yang nanya suatu materi pelajaran, saya bisa mencarikan literaturnya. Makanya, meski perpustakaan sekolah hanya memiliki koleksi 20.000-an eksemplar –yang sebagian besar melingkupi buku pelajaran-, murid yang sudah lulus ada beberapa masih sering berkunjung ke perpustakaan sekolah untuk mencari tugas kuliahnya. Contohnya saja, beberapa minggu yang lalu, ada murid yang baru memasuki semester baru masa kuliah, bukannya ke perpustakaan daerah malah ke perpustakaan sekolah. Alasannya klise, kalo di perpustakaan sekolah bebas ubek-ubek tanpa diomeli dan biasanya dibantu nyari referensinya. Waktu itu mereka mencari tugas Bahasa Indonesia, meski hanya ada beberapa yang berhasil menemukan sumber literaturnya, ada kebahagiaan tersendiri ikut andil menemukan sumber referensi buat mereka. Salah satu tugas pustakawan yang sering terlupakan adalah membantu penelusuran informasi bagi pemustakanya. Ini masuk juknis pustakawan loh. Jadi kalo kamu ke perpustakaan dan mencari suatu buku, trus kata pustakawannya suruh cari sendiri, keplak saja pustakawannya!! 😀 😀 😀
Udah ah curhatnya, balik ke nulis review buku. Apa hubungannya pekerjaan pustakawan ama nulis review buku?!? Jadi gini, memori seorang pustakawan nggak jauh beda ama memori manusia pada umumnya. Bukan robot dan seiringnya waktu bisa lupa. Apalagi macam saya ini yang sifat pelupanya akut banget #YangPentingJanganLupaAmaJodohnya #PLAKK
Berawal dari menuangkan pikiran dari apa yang kita uraikan setelah membaca sebuah buku, jadilah sebuah review buku. Sekitar tahun 2008, jaman masih kuliah, memulai postingan via multiply (yang sekarang udah punah). Dulu, saya sering banget spoiler di awal review. Dulu nggak mikir kalo review yang kita posting bakal dibaca orang lain. Nah, kalo udah spoiler, otomatis pembaca review kita bukannya tertarik ama buku yang kita ulas, malah cukup dari membaca review kita udah tau ending buku tersebut. Merugikan kan? x)) #DitoyorRameRame
Di tahun 2010, saya mulai berkenalan dengan teman-teman yang sehobi menulis review buku dan mulai merasakan manfaat dari menulis review buku. Saya jadi banyak belajar dari mereka. Kebetulan teman-teman yang saya kenal ini, menulis review buku level media massa. Jam terbangnya pun sudah tidak perlu diragukan lagi. Uniknya, rata-rata mereka adalah laki-laki; Lalu Abdul Fatah, Noval Kun Maliki, Abdul Kholiq, Supriyadi, Iqbal Dawami, dan Ahmad Suhendra. Rata-rata bermukim di Jogja.
Barulah di tahun 2011, bergabung dengan Blogger Buku Indonesia, dengan nomer urut 1301025 berkenalan dengan para blogger buku yang rata-rata perempuan semua; Mbak Truly, Noviane Asmara, Oky, Sulis, dan masih banyak lagi. Sampai sekarang pun, masih bisa dihitung jari blogger buku yang laki-laki; Dion, Ridho, Ariansyah, Tezar, Opan, Steven. Tanya kenapa?!? 😀
Oya, menulis review sebuah buku juga menjadi salah satu tugas pustakawan loh. Ada di juknisnya. Meski begitu, saya malah nggak pernah nulis review di sekolah. Nggak sempat. Menulis kan butuh mood dan ketenangan. Jangankan menulis reviewnya, membaca pun jarang saya lakukan di sekolah. Jadi, murid-murid sering banget berkomentar kapan saya membaca karena saya jarang membaca di sekolah, karena waktunya habis untuk melayani mereka; pelayanan peminjaman dan pengembalian buku, mengolah & mengentri buku, belum lagi kalo suka banyak yang nanya tugas. Boro-boro mau baca, jarang banget ke kantin (makannya sering bekal, jadi bisa ngentri sambil makan), dan baru bisa shalat duhur jika murid-murid sudah selesai istirahat kedua yang artinya perpus sudah lewat masa-masa jam hiruk pikuk dipenuhi murid. Jadi sering ada anggapan –bahkan teman sendiri menjudge seperti ini- yang mengatakan jika saya punya banyak waktu membaca karena kebanyakan nganggur di perpus itu SALAH BANGET!! 😀
Tak jarang murid-murid unyu pun suka nanya; apakah jika di rumah, saya tidak melakukan pekerjaan rumah seperti ibu-ibu pada umumnya, karena mereka tahu saya belum berkeluarga, jadi bakal punya banyak waktu longgar di rumah, ini juga SALAH BANGET. Meski saya masih single, bukan berarti saya tidak melakukan pekerjaan rumah. Sudah sembilan tahun hidup mandiri ditinggal mama. Justru dari itu, semua pekerjaan rumah dibagi berempat ama adik-adik. Saya kebagian menyapu + mengepel + bersih-bersih segala perabotan rumah dan menyetrika semua baju anggota keluarga di rumah. Bisa dibayangkan berapa tumpuk baju yang harus di setrika setiap minggunya? Kalo urusan mencuci baju bergantian dengan adik cewek yang tugas wajibnya adalah mencuci piring. Dua adik cowok tugasnya urusan kebun dan halaman rumah seperti menyiram bunga, menyapu garasi, mencabuti rumput, dan lain-lain. Kalo urusan dapur, jarang disentuh. Lebih sering beli karena lebih praktis! 😀
Murid-murid unyu juga sering nanya kapan saya tidur, karena mereka tahu banget justru menjelang malam, saya biasanya baru online. Sudah menjadi kebiasaan dari jaman sekolah, jaman kuliah, hingga jaman kerja seperti sekarang, selalu tidur larut malam. Saya punya alarm sendiri dalam tubuh; online sampai jam sembilan malam via laptop. Lewat jam segitu, setelah makan malam dan shalat isya, saya biasanya baru memulai membaca hingga menjelang jam dua belas malam. Saya punya kebiasaan membaca buku dalam sekali duduk, jarang membaca satu buku dilanjut hari berikutnya, feel-nya beda kalo membaca terpotong.
Nah, baru di saat weekend-lah saya ada waktu untuk menulis review sebuah buku. Itu pun hanya di malam hari. Kalo siang sampai sore selalu ada kegiatan di luar. Seperti di bulan September tahun ini, banyak sekali kegiatan di luar; ngisi materi menulis resensi di SMA 9 Balam, acara penerimaan hadiah di BPAD Lampung, undangan Hari Kunjung Perpustakaan di Pustakardok Metro, sampai mengisi materi tentang Promosi Perpustakaan di Banten. Belum lagi tiap malam Jumat ada acara yasinan di rumah untuk mengirim doa buat papa dan ibu yang sedang menjalankan ibadah haji, ditambah lagi menjelang Idul Adha, tiga hari full ada acara yasinan. Kok ndilalahnya, tetangga seberang rumah dan belakang rumah selang beberapa hari mengadakan hajatan pernikahan. Saya sebagai anak tertua, mau nggak mau menjadi wakil orangtua yang lagi tidak berada di rumah. Mau nggak mau musti rewang alias bantu-bantu tempat tetangga yang hajatan. Kebayang kan waktu yang terkuras?!? 😀
Meski begitu, saya selalu berusaha menyempatkan diri untuk membaca dan menulis review buku. Bagaimana caranya? Simak tips produktif menulis resensi buku:
- Pilih buku genre favorit. Pilih buku ibarat pilih pacar, kalau yang nggak cocok dengan selera kita, jangan dipaksakan #eaaa 😀
- Memilih buku ibarat memilih makanan bagi jiwa kita. Makanan yang menggiurkan bukan berarti selalu makanan yang sehat untuk tubuh kita. Begitu juga dengan memilih buku. Meski saya sangat menyukai buku berupa novel bergenre romance, bukan berarti saya menghindari novel thriller ataupun novel fantasi. Saya juga nggak masalah membaca buku non fiksi asalkan temanya memang menarik. Asalkan saat membacanya kita tertarik untuk masuk ke dunia ciptaan yang ditulis oleh sang penulis, tidak masalah. Tapi jangan sampai kita memaksakan diri membaca buku yang menurut orang-orang populer. Misalnya, buku seri TWILIGHT kan booming banget pada masanya, tapi saya nyoba baca plus nonton seri yang pertama pun nggak tergugah hatinya untuk menyelesaikannya bukunya dan ngantuk pas nonton versi filmya. Untuk seri vampir, saya malah lebih suka The Vampire Diaries. Damon, si vampir di serial ini lebih bikin meleleh… x))
- Saat membaca sebuah buku, biar nggak lupa biasanya saya menandai halaman tertentu yang kira-kira menjadi modal untuk bahan tulisan seperti adanya quotes yang menarik, kalimat sindiran halus, deskripsi tokoh utama, ataupun hal-hal menarik dari sebuah buku. Mencoret sebuah halaman tentunya akan merusak sebuah buku, jadi saya menandainya dengan menuliskan letak halamannya di sebuah sobekan kertas bekas. Jadi, meski setelah selesai membaca buku tidak langsung menuliskan reviewnya, kita bisa membuka memori kita lewat sobekan kertas yang berisi data-data buku tersebut.
- Untuk memulai review sebuah buku, saya mengawalinya dengan quotes yang paling menarik dari buku itu. Hal itu akan memancing pembaca untuk membaca ke paragraf selanjutnya. Sama halnya dengan penulis buku yang harus memperhatikan kalimat pertama sebuah buku, menulis review buku juga harus diawali kalimat menarik yang harus dilakukan reviewer.
- Sertakan identitas buku berupa judul, penulis, editor, ilustrator, pemeriksa aksara, penerbit, tahun terbit, jumlah halaman dan juga ISBN-nya. Bila perlu cantumkan harga.
- Untuk awalan, review bisa ditulis tentang garis besar isi buku tersebut. Tulis hal-hal yang menarik dari buku tersebut. Bisa juga membandingkan tema serupa yang ditulis oleh penulis lain.
- Jika menyebutkan kekurangan sebuah buku, jangan lupa menyebutkan kelebihan sebuah buku. Kritik yang membangun memang menjadi poin penting bagi penulisnya untuk di buku selanjutnya. Tapi perlu diingat, mengkritiklah sesuai etika. Jangan frontal, apalagi kritik tertuju bukannya pada buku malah ke pribadi si penulis. Hindari deh nulis yang beginian.
- Poin-poin penting menulis resensi buku, sudah saya tuangkan di tulisan Menumbuh Kembangkan Minat Menulis Melalui Resensi Buku. Hal yang perlu diingat, ini tahapan menulis review via blog ya. Beda banget kalo menulis resensi via media massa, ada banyak tahapan dan aturan berlaku yang harus dilakukan. Menulis review via blog lebih fleksibel, tata bahasa pun tidak begitu dipermasalahkan, yang penting sopan.
- Menulislah dari hati. Menulis karena ingin berbagi info sebuah buku. Bukan karena embel-embel ingin dikirimi buntelan. Selalu saya katakan di postingan, buntelan anggap saja sebagai bonus. Buntelan akan datang sendirinya jika kita memang tekun menulis review. Meski banyak buntelan berdatangan, review yang saya tulis masih didominasi dari buku yang dibeli sendiri karena memang rata-rata buku favorit. Poin ini khusus ditujukan bagi para pemburu buntelan yang todong sana-sini minta buntelan. Bahkan ada satu blog, ketika saya telusuri ternyata akun twitternya ternyata nggak cuma minta buku bahkan minta kerjasama giveaway ke penulisnya. Bukannya saya mau suudzon, tapi kok ya semua postingan review bukunya adalah semua buku yang pernah saya review dan ada giveawaynya. Bahkan sampai sistem givaeawaynya pun sama plek dengan konsep yang saya buat. Duh, yang kayak gini musti diluruskan dari tujuan mereview buku. Boleh-boleh aja mengikuti konsep orang lain, tapi hambok ya kreatif dikit, masak nyonteknya sama plek; jampi-jampi dan tebar garam keberuntungan pun ikut dicatut. Saya senang kini makin banyak blog khusus buku, tapi ya musti punya ciri khas sendiri ya, jangan sampai semangat di awal, sawangan kemudian x))
Trims buat sharingnya mbak Luckty.
Semoga makin banyak yang tertarik menulis setelah baca post ini.
Terima kasih atas kunjungannya ke blog, Mas Steven 😉
Produktifnya di malam hari ya mbak
harus pinter-pinter ngelola waktu ya mbak dengan aktivitas yang seabrek 🙂
Kalo siang terkuras waktunya di tempat kerjaan 😀
Mbak boleh request? posting tips buat sinopsis biar gk spoiler dong. Aku agak keder nih mau post review-an, soalnya sinopsisnya selembar ms. word sendiri 😦 butuh saran
Nulis biar gak spoiler, hindari inti cerita apalagi bahas ending. Buat pembaca makin tertarik baca bukunya setelah kita menceritakan sisi lain yang unik dari buku tersebut 😉
kehidupan pustakawan ruaaar biasaa yaaaak >.<
saluuut
Pada dasarnya semua pekerjaan pasti luar biasa jika dijalani dari hati.. 😉
menarik nih. thanks ya ulasannya
Makasih juga udah mampir ke blog ini 😉
mbak artikelnya bagus banget. saya lagi males banget baca apalagi meresensinya. Habis saya selalu ingin membuat review yg bagus. Tp hasilnya malah enggak nulis sama sekali. Huh. Harus semangat lagi nih buat baca terus meresensinya.
Yuk semangat lagi, tulis aja sesuatu yang kita sukai, nggak usah ragu apakah review yang kita tulis benar atau salah, karena pada dasarnya nulis review via blog lebih fleksibel, tulis aja dengan gaya bahasa & ciri khas kita masing-masing. Kalo mikir mau nulis bagus, nggak bakal jadi melulu. Tulisanku juga masih ababil kok, belum masuk kategori review yang bagus (kayak ala pakar resensi di koran-koran). Karena semua itu butuh proses. Semangat yaa… 😉
salut deh dgn Mbak Luckty yg tetep bisa nyempetin waktu. disiplinnya jempolan. semoga saya ketularan :p
btw, saya jg demen TVD mbak. demen Bonnie Bennet hehe. oh iya, berarti saya menyumbang deretan warga BBI yg cowok kalau begitu >_<
Ayo…sama-sama semangat membaca! 😉
#TossSesamaDemenTVD 😀
Menarik sekali Mbak tipsnya. Sekadar usul, warna font apa bisa diganti. Rasanya tak terlalu nyaman di mata. Apa cuma saya ya 🙂
Terima kasih atas masukannya, Mas.. 😉
Mbak Luckty, kan saya ini tipikal orang yang memanjakan mata (baca: suka tidur), saya kalo baca novel itu sering ketiduran pas malem, lalu lanjutin besoknya dan besoknya. Pas mau bikin review, selalu begini; “apadah, itu tokohnya gini. bla bla bla” jadi, reviewnya sedikit bangeeeet -_-
Biar gak lupa, pas baca tandai halaman yg menarik, misalnya yg ada quotesnya, deskpripsi tokohnya, dll di sobekan kertas atau kalo mau lebih rapi, tulis point pentingnya di blocknotes. Kemudian, pas ngereviewnya masih kapan-kapan, kita masih bisa inget poin isi buku pas buka coretan di blicknote itu. Selamat mencoba 😉
Oke, makasih sarannya, Mbak Luck 😀
Pengen juga bisa nulis review/resensi buku. Nemu ini, subhanallah….
Thanks for sharing
Selamat mencoba tipsnya 😉
Thanks atas ilmunya mba Luckty.. 🙂
Selamat mencoba tipsnya 😉
Terima kasih tipsnya Mbak, yang oret-oret di kertas aku juga sering melakukan. Biar ingat mana yang penting di buku. Jadi kalau baca selalu siapain pena dan buku atau kertas, hheh. 🙂
Yippi, kertas bekas kayak struk belanja dari minimarket bisa buat modal corat-coret list isi buku untuk bahan mereview! 😉
Wow!! Makasih banyak tipsnya, Mba Luckty. Sangat membantu untuk aku yang terhitung masih newbie dalam menulis review. Aku juga salut deh sama konsistensi Mba Luckty dalam membuat review yang baik dan rutin.
Aku juga suka menandai halaman buku yang kubaca dengan post-it (untuk quote yang aku suka dan kadang malah beberapa typo dalam buku tersebut juga kutandai dengan post it).
Sekedar sharing, aku baru sejak akhir tahun lalu mencoba belajar menulis review buku, dan ternyata tidak mudah! Kadang malah terkandung spoiler di dalamnya ~.~” Dan yang bikin sulit adalah karena aku sebenarnya tipe yang suka gak tahan lama-lama nda baca buku kalau sudah menuntaskan sebuah buku.
Nah, kalau bikin review kan kadang aku jadi tidak bisa lanjut baca buku lain sebelum tuntas bikin review, sedangkan karena baru belajar mereview, aku membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa membuat sebuah review yang baik. Hal ini berpengaruh banget sama kecepatanku membaca buku. Tidak seperti tahun lalu aku bisa menghabiskan lebih dari 110 buku dalam 4 bulan saja, tapi bulan Jan kemaren aku hanya menghabiskan beberapa buku saja dikarenakan mulai menulis review buku-buku tersebut.
Oh iya, apa aku boleh mengajukan pertanyaan terkait penulisan resensi/review buku?
1. Apakah baik jika dalam menulis resensi buku, selain mengungkapkan quote fave, kita juga memberi tahu typo yang kita temukan dalam buku tersebut?
2. Aku kadang masih suka kebablasan nulis spoiler saat bikin review, untuk itu aku selalu memberikan warning di awal reviewku bahwa kemungkinan besar ada spoiler terkandung disitu. Apakah ini tidak apa-apa? Atau sebaiknya kita benar-benar menghindari penulisan spoiler dalam review yang kita buat?
Makasih sudah mau berbagai info seputar penulisan review buku dan makasih juga sudah mau meluangkan waktu membaca dan menjawab comment-ku ini.
Aku jawab yaa… 😉
1. Mengulas typo boleh banget, dulu aku juga sering bahas itu.
2. Sebaiknya hindari spoiler, dulu awal nulis review tanpa disadari aku juga gitu, cenderung spoiler. Tapi lama-lama makin menyadari bahwa tugas mereview buku sejatinya menarik minat orang untuk membaca bukuny setelah membaca review yang kita tulis.
terima kasih tipsx mbak,, saya juga hobi nulis, meskpun hanya goresan-goresan sederhana minim makna , matur tengkiyu 😀
Salam kenal kembali, tulisanku juga masih apa-apalah gitu, malah bahasanya masih ababil, hehehe..yang penting mari sama-sama mencoba menulis review.. 😉
saya belum pernah mereview buku.. menyajikan intisari dari sebuah buku. semacam nggak pede, paling pol yang pernah dilakukan adl menulis ulang atau merangkum point2 menarik dari sebuah buku.. hehe..
Intinya tulis aja sesuatu yang menarik bagi kita dan dari sisi kita, nantinya tanpa disadari menjadi ciri khas tulisan kita 😉
Wah, postingannya bermanfaat sekali! Pengen deh bisa jadi reviewer produktif seperti Mbak Luckty. Masih sering kebablasan spoiler juga nih kalo nulis review.
Ayo…mari sama-sama belajar menulis review, tulisanku juga masih jauh dari kata layak kok… 😉
Assalamualaikum mbak, aku mau nanya, kalo misalnya kita bikin review biar ga nyerempet ke endingnya tuh gimana? Biasanya kalo mau nulis review pasti inti ceritanya malah mau ketulis jadi bingung kan 😦
Btw, makasih sharingnya.sukses terus ya
Kita bisa menuliskan sisi menarik dari buku tersebut. Bisa setting, sifat tokoh utama ataupun hal-hal menarik lainnya yang dibahas dari buku itu 😉
Wahhh makasiih kak…
banyak dpt pencerahan melalui postingan kakak ini..
soalnya semangat aku tuk review masiih kurang, lebih semangat membaca dr pada review-nya..
rasanya siap baca buku satu pengin lanjutin terus utk lanjut baca buku selanjutnya..
Ayooo…semangat membaca, dan makin semangat menuliskan reviewnya yaa… 😉
Makasi mba, sedang mencoba buat review sayang banget kalau buku yang saya baca cuman saya sendiri yang paham…Semoga saya juga bisa belajar terus dari mba dan mba yang lainnya suka review buku 🙂
Wow, semangat membaca dan mereview bukunya yaa… 😉
Kalau supaya membaca novel itu menyenangkan itu bagaimana ya, saya sempat dulu SMA sangat suka sekali membaca apalagi untuk buku yang isinya tulisan semua. Tapi untuk sekarang rasanya gak menarik ga asik begitu..
Ayo, semangat membaca lagi. Membaca kan gak ada batasan umur 😉
Reblogged this on jurnalku and commented:
Saya harus lebih banyak belajar, nih. FIGHTING!!!
Cemumud..mumpung awal tahun nih! 😉
waah, seru dan bagus postingannya detil sekali, benar-benar pengalaman berharga! kerenn! Keep it up! 😉 chi1
Halo, salam kenal. Makasih udah mampir 😀
Wah seru ceritanya, saya suka, dan saya lakukan resensi buku, tapi belum publis di blog.
Terimakasih ya mbak untuk tips resensi buku.