“Terkadang menjelang pernikahan, kita akan dibawa mengenang ke masa-masa sebelumnya.”
Saya tahu bukunya pas kuliah. Sayangnya waktu itu belum tergerak untuk membeli, bahkan membaca bukunya. Siapa sangka, beberapa tahun kemudian buku ini diadaptasi ke layar lebar. Jadi, saya nonton filmnya, baru berburu bukunya karena penasaran ama versi bukunya juga.
Di Indonesia, proses adaptasi dari novel ke film baik layar lebar maupun sinetron kendati tidak terlalu sering namun terus dilakukan, salah satunya buku Negeri Van Oranje ini. Pengadaptasian dari novel ke dalam film biasanya dikarenakan novel tersebut sudah terkenal sehingga masyarakat pada umumnya sudah tidak asing lagi terhadap cerita tersebut yang pada akhirnya mendukung aspek komersial. Selain itu ada juga yang menitikberatkan pada ide cerita yang dianggap bagus. Sementara untuk penulis skenario, proses adaptasi cukup membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.
Menurut Dwight V Swain dan Joye R Swain yang dikutip Maroeli Simbolon, ada tiga cara utama untuk mengadaptasi karya sastra ke film, yaitu mengikuti buku, mengambil konflik-konflik penting, dan membuat cerita baru. Cara ketiga adalah yang sering dilakukan.
Begitu juga dengan novel ini, jika kita menontonnya akan terasa sekali perbedaannya. Sang sutradara dan penulis skenario memang harus mahir meracik cerita dari segi visual tanpa meninggalkan benang merah cerita dari bukunya.
Di film, dari awal kita akan dibuat penasaran dengan tokoh Lintang yang sedang menyiapkan pernikahannya. Yang bikin penasaran adalah pasangannya adalah salah satu dari empat pria sahabatnya ini; Daus, Banjar, Wicak dan Geri. Meski sewaktu menonton belum membaca versi bukunya, pilihan saya tepat. Waktu nonton sih, penonton pada ‘tertipu’ siapa yang akan dipilih Lintang ini x)) #UpsJanganSampaiSpoiler
Beberapa perbedaan antara versi FILM dan BUKU:
- Openingnya dibuat berbeda. Begitu juga awal perkenalan mereka berlima. Jika di versi buku, Lintang yang memperkenalkan diri, di versi film si Lintang justru malah terkesan sok jual mahal ama empat cowok ini, gyahaha… x))
- Jika di buku, setiap cowok tokoh utama memiliki gadis idaman masing-masing sebelum bertemu Lintang. Di film nggak diperlihatkan. Karena memang hanya fokus ke lima tokoh ini aja.
- Adegan di buku pas pertama kalinya mereka belanja bareng untuk masak di rumah Geri, mereka mampir ke swalayan Ming Kee, di dekat situ ada kantin makanan Tiongkok-Indonesia persis di depan swalayan. Dari nasi uduk sampai klepon pun ada di sini. Wah, ini bagus sebenarnya kalo dimasukin ke salah satu scene di film!
- Di film, ada kata-kata semacam jampi-jampinya Geri untuk mengajak teman-temannya yaitu; “On Me!!”
- Filosofi jaket biru yang dikenakan Wicak dan kalimatnya di film pas ngajak Lintang untuk menyusuri kampus serta menyapa orang-orang di lingkungan sekitarnya ngena banget! Ini malah nggak ada di buku. Ada kata-kata bagus dari Wicak di filmnya; “Untuk mengingat seseorang, kita cukup mengingat satu kejadian.” #JLEBB
- Di buku, sewaktu Wacik mengajak Lintang jalan-jalan di Wageningen, di bagian akhir Lintang dibuat ketakutan akan sisi gelap Wacik yang emosi karena suatu hal dan merusak acara rencana masaknya. Di film, justru saat bersama Wacik-lah Lintang merasa paling nyaman dibandingkan bersama sahabatnya yang lain. Wacik memang tidak memperlakukannya bak seorang putri yang harus selalu ditolong atau disanjung, tapi Wacik mampu membuat Lintang nyaman.
- Kebalikan di poin 6, saat Lintang bersama Banjar di Rotterdam. Di versi bukunya, Lintang kecopetan saat mereka mengikuti sebuah acara marathon dan Lintang bete banget pas dompetnya hilang. Sedangkan di filmnya, Lintang kecopetan dan Banjar berusaha keras mengejar sang pencopet yang berakhir dengan babak belur. Banjar marah dengan dirinya sendiri karena merasa nggak bisa menjaga Lintang, tetapi Lintang justru menentramkan hati Banjar jika Lintang baik-baik saja dan mengikhlaskan dompetnya.
- Pas mereka ke kebun bunga Keunkof di versi filmnya ada scene yang lucu banget. Daus mencoba mendekati gerombolan bunga, yang ada dia tersengat listrik pengaman di sekitaran taman bunga dan Banjar mengabadikannya serta mengunggahnya ke sosmed!! X))
- Versi buku, di seperempat cerita kita bisa melihat perjuangan lima sahabat ini untuk menyelesaikan tesisnya masing-masing. Di film lebih ke poin cinta dan persahabatan.
LINTANG. Nama lengkapnya adalah Anandita Lintang Persada. Anak bangsa, bintang negara. Ayahnya selalu berharap dia bisa membuat Indonesia bangga. Tepat pada 17 Agustus, Lintang berangkat ke Leiden, Belanda, untuk mengambil program master di bidang European Studies.
BANJAR. Nama aslinya adalah Iskandar. Lazimnya anak-anak muda beruntung yang kerap dipanggil eksmud, dia menikmati kesuksesan dengan penuh gaya. Gaji dan bonus besar benar-benar memanjakannya. Ihwal keberadaannya di Belanda saat ia setuju dengan sukarela (atau terinspirasi) meningalkan kemewahan duniawi yang dimilikinya. Ya, dia mendapat tantangan dari sahabatnya Goz untuk hidup dari keringat sendiri. Ia menyusun rencana matang untuk meninggalkan kemapanan hidup yang dimilikinya, kembali ke bangku kuliah dengan living cost hanya tujuh ratus euro per bulan dengan biaya sendiri, demi meraih gelar master di bidang bisnis. Pilihannya mantap berlabuh di sekolah bisnis ternama di sebuah kota pelabuhan Belanda.
DAUS alias Firdaus Gojali Muthoyib. Sejak kecil, Daus adalah cucu kesayangan kakeknya. Daus muda yang tergila-gila pada novel John Grisham bercita-cita ingin menjadi pengacara ligitasi. Akan tetapi, menjelang kelulusan cucu tersayang, engkongnya menentang cita-cita Daus untuk jadi pengacara. Si Engkong takut dosa. Demi menunjang cita-citanya, Daus memilih menjadi staf Direktorat Jenderal Bina Masyarakat Islam. Menurutnya, inilah tempat mengasah kemampuan berkomunikasi yang akan berguna jika kelak mengabdi sebagai jubir presiden. Daus optimis, suatu hari nanti cita-citanya itu pasti bisa tercapai.
Wicak Adi Gumelar, anak Banten asli. Wicak mewarisi kegemaran pada dunia kehutanan dan lingkungan dari sang bapak. Semenjak remaja ia kerap menghabiskan waktunya di tengah-tengah penghuni Kampung Badui Luar. Saking seringnya berkunjung, para penduduk bahkan telah menganggap Wicak seperti warga sendiri. Selesai menunaikan beasiswa di Fakultas Kehutanan IPB, Wicak mengambil jalan berbeda dari teman-temannya yang lebih memilih mendulang intan di perusahaan HPH yang terkenal ‘basah’. Idealisme Wicak mendorongnya untuk berkarier di jalur LSM kehutanan. Upayanya menyelidiki jalur ilegal logging di Indonesia membuat Wicak acapkali berbenturan dengan kepentingan pengusaha, penguasa, dan cukong-cukong kayu lainnya.
Geri, nama lengkapnya Garibaldi Utama Nugraha Atmaja terlahir sebagai anak sulung keluarga middle class di Bandung. Semasa kecil, Geri tumbuh sebagai anak yang cukup bahagia. Semenjak Geri berniat meneruskan S2, papi Geri bersikeras untuk membeli properti sendiri untuk putra kesayangannya.
Banyak kalimat sindiran halus dalam buku ini:
- Kalau cowok perokok keretek diberi pilihan antara gengsi dan menelan gengsi demi kesempatan mendapat rokok keretek di tengah hujan badai, tentunya itu bukan pilihan sulit. (hlm. 14)
- Giliran kenalan sama cewek cakep aja namanya jadi bagus. (hlm. 15)
- Shalat lo aje masih bolong-bolong, mending lo cari makan jangan yang nambah dosa, deh. (hlm. 29)
- Manusia itu dikutuk terus-menerus untuk membuat pilihan demi pilihan dalam hidup. (hlm. 30)
- Siapa bilang anak Betawi nggak bisa sekolah hukum sampai ke luar negeri? (hlm. 34)
- Cerminan Indonesia banget, sudah di luar negeri masih bawa-bawa nama kampung. (hlm. 51)
- Manusia dalam bersabar kadang ada batasnya. (hlm. 131)
- Yang sulit didapatkan pasti terasa lebih berharga. (hlm. 349)
- Tapi mana ada cinta sejati yang diperoleh tanpa perjuangan? (hlm. 543)
Pesan moral dari bukunya yang nggak ada di film:
- Tentang problematika mahasiswa yang kuliah di luar negeri. Sehebat apa pun, hidup akan lebih berarti jika pulang kampung. Itu juga yang saya terapkan pas kuliah merantau, meski terkesan sok idealis tapi saya mau membuktikan bahwa di desa pun kita masih bisa hidup, dan lebih bisa memberikan sumbangsih tenaga dan pikiran untuk daerah kita. Jadi ingat perkataan Daus di halaman 265; “ Walau sekarang gue ngerti kalau orang Indonesia yang kerja di luar negeri juga bisa ikut ngasih sumbangsih, gue tetep berpendapat kalau Indonesia masih butuh orang pinter di dalam negeri. Ibaratnya rumah, ye. Biar kompleks rumahnye dibikin cakep dari luar, ada taman segala, tapi kalau dari dalem nggak ada yang piara, nggak ada yang bersihin, kan, lama-lama ambruk tu rumah!” #TossAmaDaus
- Lagi-lagi dari sisi Daus. Kali ini tentang menjadi abdi negara alias PNS. Banyak beranggapan miring dengan manusia berlabel. Ada dua kalimat bagus dari Daus;
- Butuh banyak orang dengan visi yang sama. Mungkin belum bisa sekarang, tapi nanti. Mau nggak mau, lo harus bertahan dulu sebelum bisa mencapai posisi jadi pembuat kebijakan. (hlm. 270)
- Kalau semua orang memilih pekerjaan yang di luar sistem, terus siapa yang ngejalanin negara kite? Mungkin gue dipilih untuk melakukan pekerjaan yang nggak bisa dilakukan orang lain. (hlm. 514)
Untuk secara keseluruhan, saya menyukai dua sisi baik film maupun novelnya. Versi buku pasti memperlihatkan lebih detail karakter masing-masing tokoh, tidak hanya menampilan cinta dan persahabatan tapi juga tentang cita-cita dan tujuan hidup mereka masing-masing. Versi film, kita akan dimanjakan dengan tempat-tempat cantik di Belanda; Belanda, Leiden, Rotterdam, Utrecht, maupun Wageningen. Selain itu, pemain cowoknya bikin meleleh semua, dijamin! Semua pemain pas memerankan peran masing-masing; Daus si jayus yang sebelas dua belas sifatnya Ge Pamungkas banget, Banjar yang barbar diperankan oleh Arifin Putra yang biasanya main peran cowok-cowok cool, Wicak (cowok pilihan paling favorit :p) yang semrawutan tapi menurut saya justru cowok banget sifatnya diperankan oleh Abimana Arsatya yang selalu bikin meleleh di setiap perannya, dan Geri yang merupakan sosok paling sempurna idaman cewek-cewek plus mapan pula diperankan oleh Chicko Jerikho.
Yang agak mengganjal hanya beberapa; di buku Lintang dideskripsikan perempuan yang tangguh dan mandiri meski bukan tomboy, di film sangat feminim ala-ala princess gitu yang selalu butuh pertolongan cowok-cowok yang selalu siap sedia di sampingnya di kala susah, ya harap maklum sih pemeran ceweknya ini kan model iklan salah satu sponsor utama film ini, gyahahaha… x)) Kedua, pas Lintang putus dari pacarnya kok kurang #JLEBB ya?!? Ketiga, sampai ending filmnya masih belum ketebak hadiah apa yang diberikan Wicak maupun Daus untuk Lintang saat dia diwisuda.
Terima kasih untuk sutradara yang memberikan penonton sebuah suguhan menarik panorama Belanda dan kota sekitarnya dan penulisnya yang ‘merombak’ cerita menjadi sebuah visual yang menarik dan menyelipkan beberapa quotes yang bikin #JLEBB 😉
Keterangan Buku:
Judul : Negeri Van Oranje
Penulis : Wahyuningrat, Adept Widiarsa, Annisa Rijadi, Rizki Pandu Permana
Penyunting : Gunawan B. S.
Pemeriksa aksara : Intan, Asty, Lia
Desain sampul : @labusiam
Penata aksara : Adfina Fahd
Penerbit : Bentang
Terbit : 2015 (Cetakan Keenam)
Tebal : 576 hlm.
ISBN : 978-602-291-036-7
Negeri Van Oranje Trailer:
Keterangan Film:
Judul : Negeri van Oranje
Director : Endri Pelita
Script writer : Titien Wattimena
Director of photography : Yoyok Budi Santoso
Pemain : Abimana Aryasatya, Chicko Jerikho, Arifin Putra, Ge Pamungkas, Tatjana Saphira
Rumah produksi : Falcon Pictures
Dapatkan buku ini di toko buku online Bukupedia
http://www.bukupedia.com/id/book/id-85712/negeri-van-oranje-new.html
gitu ya sukanya kalau film soal ‘cinta’ yang diekspos, hehe, mungkin lebih menjual
Kisah cinta memang lebih menjual… 😀
betul, kadang sayang sisi perjuangannya jadi nomer 2 😀
Suka filmnya cuma karena ada Ge Pamungkas kalo saya mah. Bukunya belom baca. Dan di bukunya apakah ada cerita soal si Geri jadi gay itu ya?
Wadew…si kakak malah spoiler… x))
Hampir sama sih, gue juga punya tebakan yang tepat tentang siapa mempelainya si lintang hanya dengan lihat dasi yang dipakai oleh 4 sahabat prianya.
Paling suka sama nama genk mereka, AAGABAN. Hahaha..
Di buku diceritain kronologi terbentuknya sebutan genk AAGABAN 😀
Hi Luckty! Salam kenal! I am your new fan! Will follow your blog from now on!
Aku sudah membaca buku ini dulu sekali hingga lupa detail2nya dan baru saja nonton film nya. Kamu menulis Review yang sangat bagus mengenai buku dan film ini
Salam
Bukunya memang udah lumayan lama ya terbitnya, hehehe… Salam kenal kembali, Kakak… 😀