Jadi pas World Book Day beberapa hari lalu, saya menulis status di FB; ‘Sebaik-baik buku adalah yang dibaca, bukan ditimbun.” Dan ternyata banyak yang merasa baper, padahal sebenarnya ini lebih ke nasehat buat diri sendiri yang memang juga hobi menimbun. Tapi seiring waktu, kebiasaan menimbun buku jauh berkurang semenjak bekerja di perpustakaan sekolah. Hampir sebagian besar koleksi fiksi di perpustakaan sekolah adalah hasil saya mendapatkan buku via buntelan dari penulis maupun penerbitnya.
Sebenarnya apa itu pengertian hoarder? Secara umum, hoarder adalah semacam hobi yang lebih ke tindakan implusif menyimpan barang-barang tertentu, terutama benda-benda yang menyimpan kenangan. Dan terkadang barang-barang yang disimpan adalah ‘sampah yang menyimpan kenangan’ #eaaa 😀
Nah, bagaimana dengan book hoarder? Sindrom ini biasanya dialami oleh bookworm. Kebanyakan semacam ‘balas dendam’ hasrat di kala dulu susah memiliki sebuah buku, di saat sudah memiliki kemampuan membeli buku, dilampiaskan untuk memborong buku-buku yang diinginkan. Seperti pepatah bilang; beli dulu, timbun kemudian, bacanya mah kapan-kapan x))
Hal itu banyak dialami pecinta buku. Salah satunya adalah Andy F. Noya yang memiliki acara talkshow Kick Andy. Di acara tersebut, hampir setiap episode, penonton yang datang ke studio akan diberikan buku, biasanya sponsor sesuai tema yang diangkat di episode itu, zaman kuliah pernah dua kali ikut acara ini pas off air pun ternyata juga kecipratan buku-buku yang dibagikan pas acara. Dalam buku biografinya, Bang Andy mengatakan jika dulu hidupnya sangat susah. Jangankan untuk membeli buku, buat makan pun seadanya. Jadi ketika kuliah, beliau sering menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca buku-buku yang harus dilahapnya. Ketika sudah hidup berkecukupan bahkan sampai sekarang, beliau sangat impulsif membeli buku, beruntungnya sang istri pengertian dengan hobinya ini, dan kecintaannya terhadap buku beliau tularkan pada orang lain dan sempat menjadi Duta Baca PERPUSNAS.
Seperti yang dijabarkan di awal postingan, saya juga punya sifat buruk ini. Kalau dulu zaman kuliah meski punya aktivitas seabrek, minat baca dan ketersediaan bacaan masih sebanding lurus. Beda ketika sudah bekerja, selalu ada hasrat lebih untuk membeli buku meski masih banyak buku yang belum terbaca dengan dalih; mumpung ada, mumpung murah, dan mumpung-mumpung lainnya x))
Seiring waktu, sifat buruk ini mulai berkurang (meski belum hilang sama sama sekali). Bagaimana caranya? Awalnya saya memilah-milah koleksi pribadi sekitar seratusan untuk ditaro di perpustakaan sekolah dengan barcode berbeda untuk menandai perbedaan dengan buku koleksi perpus yang waktu itu nyaris tidak memiliki koleksi buku-buku fiksi. Ternyata lewat buku-buku fiksi itu, antusiasme pengunjung perpustakaan meningkat. Jadi waktu itu mikir, ya sudahlah buku-buku buat koleksi perpus aja. Apalagi melihat raut wajah murid-murid unyu yang bahagia tiap ada buku baru, jadi ikut bahagia juga rasanya 😀
BACA: Label Pustakawan 2011
Tanpa disangka, semakin kita memberi akan semakin banyak kita mendapatkan. Itu tanpa disadari yang saya alami ketika mulai menaruh buku-buku fiksi untuk perpustakaan. Meski saya masih memiliki banyak koleksi di rumah, sesungguhnya jauh lebih banyak yang dijadikan koleksi perpustakaan sekolah. Dan yang paling penting lagi adalah menghilangkan rasa bersalah efek menimbun banyak buku yang belum dibaca. Dan sesungguhnya sebaik-baik buku adalah yang dibaca, bukan ditimbun x))
Jadi salah satu cara efektif dari mengurangi efek menimbun buku adalah membaginya untuk orang lain atau minimal meminjamkannya pada orang lain. Lebih baik buku rusak karena dibaca daripada tersimpan rapi di lemari toh akhirnya rusak juga dimakan rayap x))
BACA: Serba-serbi Buntelan
Kalo koleksi buku-buku sekolah bisa disimak di IG @perpussmanda, berikut penampakan koleksi pribadi: ruang tamu yang disulap jadi pojok baca/ perpustakaan mini sejak SMP 😀
Sebenarnya bukan hanya buku saja yang tanpa disadari ditimbun, tapi ada beberapa barang lainnya yang eman-eman buat dibuang x)) Beberapa diantaranya:
- Bungkusan buntelan
Entah kenapa, bungkusan-bungkusan buntelan dari peri buku ini sayang sekali dibuang. Saya merasa ini sebagai bukti bahwa banyak orang baik yang mau membagi buntelannya pada orang lain. Oya, timbunan sampah bungkusan buntelan ini sempat dikomen ama saudara yang risih liatnya, serasa kayak tumpukan sampah nggak berguna x))
2. Majalah lama
Sebenarnya pas baru lulus kuliah dan kembali ke rumah, ada banyak sekali barang yang saya bereskan. Koran-koran di kliping dengan beberapa kategori; resep masakan berat, resep minuman, resep makanan ringan, komik strip Benny & Mice di Koran Kompas setiap Minggu, dan juga TTS. Begitu juga dengan tabloid yang saya kumpulkan mencapai tiga karung. Oya, dulu sempat punya kliping Harry Potter zaman SMA dan kini sudah saya hibahkan ke ponakan yang deman Harry Potter, yang tersisa hanya poster Harry Potter yang dibingkai dari serial filmnya yang pertama.
Nah, tapi masih banyak puluhan bahkan ratusan majalah yang masih belum rela dimusnahkan. Tinggal dua jenis lagi; majalah-majalah Kartini milik almarhumah Mama dan majalah-majalah Bobo zaman SD yang sayang banget kalo mau dikiloin, soalnya banyak pengetahuannya x))
Penampakan majalah-majalah Kartini lama:
Dan penampakan majalah-majalah Bobo zaman SD
3. Filateli
Sebagai generasi 90-an, rasanya nggak afdol kalo nggak ngerasain yang namanya punya sahabat pena (ah, sayang sekali surat-suratnya udah raib) ama ngumpulin perangko-perangko dengan berbagai seri di berbagai penjuru negara. Sampai sekarang empat album koleksi perangko ini masih disimpan lengkap. Anggap-anggap aja buat warisan anak cucu kelak x))
4. Kartu Nama
Masih dari zaman generasi 90-an, pasti dulu ngerasain yang namanya demam ngumpulin kartu nama yang depannya gambar-gambar idola mulai dari kartun kayak Sailor Moon ataupun Winnie the Pooh, pemain sepakbola seperti David Beckham, Michael Owen, Filippo Inzaghi sampai pemain film yang hits kala itu seperti Leonardo dicaprio ataupun Jimmy Lin x))
5. Kertas File
Kalo ngumpulin kartu nama, pasti kurang lengkap jika nggak ngumpulin kertas file juga. Isi temanya pun nggak jauh beda; mulai dari kartun, pemain film sampai pemain bola x))
Nah, kalo kamu, apa juga punya sifat menimbun seperti saya atau memiliki timbuna yang lain?!? 😀
Wahh.. Aku jd bener2 tau arti hoarder.. Bagus tulisannya kak..
Kalo aku juga sukanya nimbun buku. Hahahhaha.. Selain itu, nimbun file film di hardisk. Wkkwkwk
Waiya…aku juga nimbun file film antara yang belum ditonton ama yang udah ditonton tapi yang bikin baper eman-eman kalo mau diapus dari hardisk x))
hahaha, ternyata ada juga yang punya kebiasaan nimbun bungkus buntelan… aku termasuk salah satu yang suka banget ngumpulin bungkus buntelan… rasanya gimana gitu… hehe, tapi sayang kertas file aku lenyap entah kemana… huhu
Sampe sekarang masih eman-eman gitu kalo mau buang bungkus buntelan, meski cuma kertas serasa kayak barang berharga gitu yaa… x))
Wah bungkus buntelannya juga disimpen ya, Mbak. Hehe. Jadi penasaran sama bookshelves Mbak Luckty pribadi, bukan yg di perpus sekolah. Hehe
Wah…ada Kak Dhamala mampir ke blog 😉 #terharu
Itu koleksi di rak pribadi sering aku upload di FB, biasanya di masukin ke album ‘My Collection’ 😀
Wah, karena sebayaan koleksi kita mirip ni Luckty. Saya juga ngumpulin perangko, kertas file dan majalah yang saya bawa pulang ke rumah dari lokasi kuliah. Padahal ongkirnya sendiri jatuhnya mahal sekali.
Adik saya malah penimbun segala macem, dari kertas kado, karet pengahpus, poster bonus majalah, uang lembaran baru, sampai koleksi Tazos (bonus snack populer) masih lengkap disimpan.
Kenangannya yang bernilai yaa
OMG, Tazoz!! Pasti generasi 90-an juga, wkwkwk… aku dulu ama adekku juga ngumpulin ini, tapi entah kemana.. x)) Kok Chitato, Chiki Ball, dkk itu nggak ngeluarin seri tazoz lagi ya? Padahal kan bagus tuh buat anak-anak zaman sekarang biar mainnya gak gadget terus 😀
Kalo aku sih ga baper malah teemotivasi buat nyumbang buku kak, trauma masa lalu yang kesulitan beli buku kayanya bukan kita sendiri ya ka hehe, btw aku baru tau loh yg ginian^^ tfs ya kaka
Yup, cemumud berbagi yaa… 😉
Uwaaa itu dia ya susah jadi book hoarder. Solusi baik bahwa timbunan buku (terutama yang udah jarang dibaca/ udah gak jadi referensi nulis) disumbangkan. Lebih bermanfaat 😁
Buku buntelan + plus buntelannya 😁 sayang kalo disumbangkan…
dilema sindrom book hoarder bagi para bookworm yaa.. x))
Khi khi…pelampiasan masa lalunya itu looo 😁
Wah! Bungkus buntelan juga disimpan?! Salut deh! Klo aku, selain buku, aku masih menyimpan segala hal berbau Sailor Moon! Ini kukoleksi sejak dari jaman SMP sampe sekarang aku dah jadi emak2 ^^. Trus….tazos juga masih kusimpan rapi di dalam sebuah kotak kayu. Hihihihi. Dulu sih sempat ngumpulin kertas files, perangko dan berbagai macam kertas surat, tapi sebagia besar sudah terpakai malah! Hahahaha.
kyaaa..tazoz, dulu generasi 90-an belum afdol ya kalo gak koleksi tazoz, ehehe… bisa diwariskan ke anaknya Mbak Kitty loh.. 😉
hahaha… iya memang rencananya diwariskan ke mereka kok. Lumayan bisa jadi edutoys ^o^
Koleksi kartu pos .
Hahahaha saya dulu suka skli ngol3ksi, selain itu majalaj bobo duh jadi keinget masa kecil ….
Generasi 90an kayaknya rata-rata wajib koleksi perangko ama kartu pos yaa… 😀