Rasa sakit itu ada untuk melindungimu, untuk mengajarimu banyak hal. (hlm. 182)
TARA JOHANDI. Di usia 18 tahun, harusnya dia menjalani masa-masa remajanya dengan indah; sekolah, pacaran, dan nongkrong cantik dengan teman-teman seusianya seperti remaja pada umumnya. Tapi, Tara berbeda. Sejak kecil, dia sudah membenci ayah ibunya, bahkan memanggil orangtuanya itu hanya dengan sebutan nama. Hingga suatu hari, dia diasuh oleh paman dan bibinya. Sebenarnya paman dan bibinya ini baik, tapi entah kenapa, Tara juga tidak menyukai mereka, seperti membenci ayah dan ibunya. Dia dititipkan ke paman bibinya karena setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi.
Ada banyak hal seseorang menjadi psikopat. Salah satunya adalah karena masa kelam atau menyakitkan di masa lalu atau trauma di saat kecil hingga terbawa di saat dewasa. Saya lumayan sering nonton drama Korea yang mengambil tema psikopat atau pun sakit guncangan jiwa lainnya, seperti memiliki kepribadian ganda. Kerennya, drama-drama yang saya tonton ini tidak hanya menampilkan adegan berdarah-darah, tapi juga menampilkan sisi bagaimana seseorang tersebut berubah menjadi ‘monster’.
Pas baca ini, masih masuk akal pas kenapa Tara sangat membenci sepupunya dan berniat melenyapkannya tanpa menunjukkan rasa bersalah. Tapi yang saya herankan adalah apa alasan Tara membenci orangtuanya sejak kecil. Okelah, wajar dia jika membenci ayahnya sejak ibunya meninggal, karena ayahnya menikah lagi dan dia pernah beberapa kali melihat perempuan yang menjadi istri kedua itu masuk ke rumah mereka di saat ibunya masih hidup. Tapi kenapa dulu dia sangat membenci ibu yang melahirkannya, sementara ibunya sangat menyayanginya?
“Ayolah, Tara, kau hanya perlu mengatakan siapa yang melakukan hal itu pada keluargamu? Setelah itu, terserah kau dan dokter itu kalau mau menghabiskan seumur hidup untuk memulihkan diri. Keadilan tidak bisa menunggu lebih lama. Perhatikan foto-foto ini. Gali dalam ingatanmu. Memori bukan barang yang bisa kauhilangkan seperti cincin kawin, Nak.” (hlm. 19)
“Maaf, dokter. Kerja kami sedang sangat disoroti karena kasus ini. Kami hanya ingin memberikan yang terbaik di mata masyarakat.” (hlm. 19)
Anak kecil pada umumnya tanpa disadari orangtuanya, memiliki semacam sifat ketergantungan dengan sesuatu; boneka, selimut, bantal, guling. Saya jadi inget pas zaman kecil, dulu juga suka banget ama selimut tweety. Bahkan tuh selimut ampe gembel banget. Kalo nggak salah, dulu saya beli hasil dari tabungan sendiri sejak kelas 5 SD. Dan baru bisa lepas dengan selimut itu sejak mulai kuliah, karena nggak mungkin lah selimut yang gembel banget itu mau dibawa ke kos-kosan zaman kuliah, hahaha… x))
Nah, berbeda dengan Tara yang memiliki obsesi dengan koin logam yang lumayan langka. Koin itu ia dapatkan saat masih anak-anak, bertemu dengan anak lelaki yang memberikannya koin ini. Anak lelaki itu mengatakan jika dia menggenggam kuat logam itu, dia juga akan menjadi kuat. Karena itulah, dia tidak pernah lepas dengan koin itu.
Tidak hanya dengan Tara, ada juga tokoh lain yang terobsesi dengan suatu barang: perkakas kayu. Jika Tara memiliki hal ganjil kenapa dia tampak seperti monster karena tidak diceritakan secara detail, tokoh lainnya yang terobsesi dengan perkakas kayu ini bisa kita pahami bagaimana awal mula dia terobsesi dengan perkakas kayu yang jarang orang lain lakukan. Memang di dunia ini, ternyata ada beberapa orang yang terobsesi dengan hal-hal yang tidak lumrah. Jika di buku Carmine yang ditulis Mbak Ruwi Meita, ada salah satu tokoh dalam buku ini yang memiliki obsesi dengan kancing baju dan saya sudah googling memang ada di dunia nyata yang terobsesi dengan kancing baju dan membuat karya semacam lukisan dengan kancing-kancing baju yang ia kumpulkan selama ini. Nah, jika di buku ini dijelaskan ada tokoh yang terobsesi dengan koin logam dan ada juga tokoh yang terobsesi dengan perkakas kayu, pas googling belum nemu di kehidupan nyata yang terobsesi dengan hal-hal tersebut. Ada yang pernah menemukan?
“Ke psikiater bukan berarti gila. Dia mungkin saja bermasalah, tapi kita nggak tahu. Dia terlalu tenang, Sayang. Itu nggak wajar untuk gadis seusia dia. Dan kamu lihat sendiri kan obsesia dia sama koin lima rupiah itu?” (hlm. 47)
Lewat buku ini, kita bisa menemukan fakta bahwa untuk menuntaskan sebuah kasus, kita bisa melihat dari sisi psikologi lewat psikiater, seperti Alfons dan juga dari sisi lewat polisi, seperti Martin dan Andita. Sisi psikiater, tentu lebih mementingkan kondisi korban, Tara. Dari sisi polisi, tentu mereka lebih fokus ke kasus karena nama baik mereka akan tergadaikan jika kasusnya tidak cepat diselesaikan. Apalagi kasus yang menimpa Tara adalah kasus besar, yang artinya disorot masyarakat. Semakin lama mereka menyelesaikan kasus, tentu akan dipandang sebelah mata.
Oya, pekerjaan Tara sebagai penjaga perpustakaan pasca kasus besar yang menimpanya, seperti anggapan orang-orang selama ini bahwa bekerja di perpustakaan adalah biasanya orang-orang yang terbuang atau yang bermasalah. Sebagai pustakawan garis keras, tentu saya memahami ini. Bahwa bekerja di perpustakaan yang artinya lebih banyak bertemu dengan tumpukan buku daripada manusia dan berbicara dengan dinding sunyi, mungkin dianggap hal paling aman karena tidak bertemu dengan banyak orang, hahahaha… x))
Terlepas dari keganjilan di sana-sini, tapi saya menikmati bacaan ini. Terlebih lagi, memang masih jarang buku lokal bertema seperti ini. Setelah Mbak Ruwi Meita dan Brahmanto Anindito, rasanya saya juga menjatuhkan pilihan pada Anastasia Aemilia sebagai penulis favorit untuk genre thriller.
Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:
- Manusia, pada dasarnya, memiliki dua sisi. Tak ada yang dilahirkan bak malaikat suci. Seperti DNA, kedua sisi itu mengalir dalam darahmu, dan tak bisa kau pisahkan apalagi kauhilangkan dengan ramuan obat atau jampi-jampi apa pun. (hlm. 75)
- Rasa sakit itu seperti kebahagiaan yang getir. (hl,. 94)
- Hidup ini akan selalu menyenangkan jika kita tahu permainan apa yang dapat kita ambil. (hlm. 111)
- Menjadi orang yang memiliki congenital insentivity to pain memang tidak mudah. (hlm. 182)
Banyak juga selipan sindiran halus dalam buku ini:
- Memori bukan barang yang bisa kauhilangkan seperti cincin kawin. (hlm. 19)
- Jika kita melihat segala sesuatu dari segi positif, semua hal bodoh itu tampak sangat menguntungkan. (hlm. 30)
- Hubungan darah nggak bisa begitu saja disangkal. (hlm. 43)
- Kebodohan seseorang bisa menguntungkan orang lain. (hlm. 57)
- Berhati-hatilah dengan apa yang kauharapkan, kau takkan tahu bagaimana permohonanmu akan dikabulkan. (hlm. 108)
- Kau bisa melihat mana yang sakit jiwa dan mana yang memang memiliki niat jahat. Orang sakit tidak merencanakan tindakannya. (hlm. 141)
- Tak ada kebetulan di dunia ini, yang ada hanya kebetulan yang disengaja. (hlm. 148)
- Kalau kau benar-benar percaya pada sesuatu, tak ada yang tak mungkin terjadi. Kalau kau percaya masalahmu itu tak bisa diselesaikan, selamanya akan seperti itu. (hlm. 154)
- Manusia tak mungkin hidup tanpa teror, kan? Bahkan alam diciptakan untuk meneror. (hlm. 177)
- Rahasia bukan untuk dibagikan. Sekali kau bercerita pada satu orang, kau tak lagi bisa menyebut itu sebagai rahasia. (hlm. 213)
- Tak ada manusia yang boleh memiliki segalanya. Jika ada, manusia itu harus mati. Karena di dunia ini, tak ada yang sempurna. Itulah cetak biru kehidupan. (hlm. 221)
- Hidup ini aneh. Semua berupa serpihan. Wujud utuhnya baru akan muncul setelah kematian, karena pada saat itulah serpihan terakhirnya baru terlihat. (hlm. 234)
Keterangan Buku:
Judul : Katarsis
Penulis : Anastasia Aemilia
Editor : Hetih Rusli
Desain & ilustrasi sampul : Staven Andersen
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Maret 2019 (Cetakan kedua)
Tebal : 272 hlm.
ISBN : 9789792294668
Cover Edisi Bahasa Inggris
Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Novel KATARSIS:
Halo, Mbak Luckty. Maaf, aku pengen tanya. Pemenang lomba resensi ini siapa aja ya? Soalnya aku juga waktu itu ikut lombanya dan gak tau pengumuman pemenangnya. 😌
Sama, sampe sekarang kujuga gak tau siapa pemenangnya. Pernah nanya di instagram GPU dijawabnya udah ada pemenangnya, tapi kucari infonya gak nemu juga, hehehe… x))