buku, perpustakaan, resensi

REVIEW Alcatraz vs the Evil Librarians: The Scrivener’s Bones

“Kau kehilangan jiwamu ketika membuka atau memindahkan buku. Simbol di dinding bisa dibaca tanpa dibuka.” (hlm. 203)

Di buku kedua ini, bakat Alcatraz semakin kuat saja. Sebelumnya, benda-benda yang dirusaknya adalah pot dan piring, dengan pengecualian amat jarang dari sesuatu yang lebih besar seperti bidang beton yang dihancurkannya saat berusia tujuh tahun. Itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang dialami sekarang: mencopot roda pesawat dan meruntuhkan selurruh pintu hanggar. Bukan untuk pertama kalinya, Alcatraz bertanya-tanya seberapa besar benda yang bisa dirusaknya bila keadaan memaksa. Dan seberapa banyak bakat itu bisa merusak jika ia menginginkannya x))

“Imbalan apa?”

“Jiwamu. Kau bisa membaca satu buku, kemudian kau menjadi bagian dari mereka, untuk mengabdi di perpustakaan selamanya.” (hlm. 111)

Dalam perjalanan ke Kerajaan Merdeka, Alcatraz tiba-tiba memutuskan belok arah ke Perpustakaan Alexandria, karena Kake Smedry pergi ke sana, dan Alcatraz tahu kakeknya itu pasti akan terlibat masalah dan mungkin akan membutuhkan bantuannya. Tapi tugas ini tidak mudah, karena Perpustakaan Alexandria dijaga oleh para kurator, ruh-ruh yang menyerupai tengkorak dan akan merenggut jiwamu jika kau berani-berani memindahkan satu buku saja dari perpustakaan itu. Selain itu, Alcatraz juga dikejar-kejar oleh salah satu Pustakawan Kerangka Juru Tulis yang hendak mengorbankannya di altar berdarah.

Kisah Alcatraz makin seru. Apalagi ada selipan tentang Perpustakaan Alexandrian yang terkenal, melegenda dan kini sudah tingal sejarah itu. Selama ini kemanakah jutaan buku yang terbit di dunia. Logikanya, seharusnya kita semua dibanjiri oleh buku-buku itu. Terkubur dalam tsunami tulisan, berdengap mencari napas saat kita tenggelam dalam lautan cerita. Jawabannya adalah Perpustakaan Alexandria. Para pustakawan mengirimkan buku berlebih ke sana dengan imbalan janji bahwa para kurator tidak akan keluar. Kok saya jadi pengen jadi pustakawan yang ngirim buku ke Perpustakaan Alexandrian ini ya, penasaran ama perpusnya x))

Ada juga selipan sindiran halus tentang pengetahuan yang diselipkan penulis. Misal, tentang fisika mengapa dibuat sangat rumit. Bukankah penjelasan tentang dunia alam itu seharusnya sederhana? Untuk apa perhitungan matematika yang tidak ada guna dan rumit itu? Itu semua hanya dibuat untuk membingungkan orang-orang. Ini membuat asumsi bahwa ilmu pengetahuan terlalu rumit untuk dipahami, mereka akan terlalu takut untuk bertanya. Iya juga sih, sampe sekarang saya nggak ngerti pelajaran itung-itungan yang bikin pusing itu, hahaha… x))

Di buku kedua ini, tingkatan pustakawan durjana mulai terkuak. Salah satunya adalah Kerangka Juru Tulis. Mereka mengajari orang-orang untuk berhenti membaca buku yang menyenangkan, dan sebagai gantinya fokus pada novel fantasi. Buku-buku semacam itu membuat orang terus terperangkap. Mengurung mereka di dalam fantasi kecil menyenangkan mereka yang mereka anggap sebagai dunia ‘nyata’. Sebuah fantasi yang menyampaikan bahwa orang-orang tidak perlu mencoba hal baru. Apakah saya termasuk pustakawan tipe Kerangka Juru Tulis ini?!? x))

Pustakawan Kerangka Juru Tulis ini adalah sekte yang paling kecil diantara tingkatan pustakawan durjana lainnya. Pustakawan lain cenderung menghindari sekte Kerangka Juru Tulis, kecuali ada perlunya, karena mereka punya kebiasaan ganjil. Salah satunya adalah mengoyak sebagian tubuh mereka, lalu menggantikannya dengan materi-materi Benda Hidup. Mereka separuh Benda Hidup. Separuh manusia, separuh monster. Serem ihhh… x)) Kerangka Juru Tulisa biasanya bekerja berdasarkan pesanan. Jadi, ada pustakawan lain yang memperkerjakannya. Dan nanti Alcatraz mencurigai salah satu orang yang disayanginya adalah pustakawan yang memperkerjakan Kerangka Juru Tulis ini.

Kerangka Juru Tulis ini juga sering disebut Pustakawan Biblioden. Apakah semua pustakawan merupakan pengikut sekte jahat yang mengambil alih dunia, memperbudak manusia, dan mengorbankan orang-orang? Tidak semua. Dan tunggu kelanjutannya di buku ketiga 😉

Beberapa selipan sindiran halus dalam buku ini:

  1. Orang dewasa itu tidak bodoh. (hlm. 95)
  2. Orang dewasa terang-terangan menghilang setiap kali ada masalah. (hlm. 95)
  3. Orang dewasa dan anak-anak dapat mencari cara agar lebih akur. (hlm. 96)
  4. Orang-orang dewasa memiliki perekrutan paling efektif sedunia. (hlm. 96)
  5. Tertawalah ketika terjadi hal baik. (hlm. 275)
  6. Tertawalah ketika terjadi hal buruk. (hlm. 275)
  7. Tertawalah ketika hidupmu begitu membosankan sampai-sampai kau tak dapat menemukan satu hal pun yang menggelikan selain fakta bahwa itu sangat tidak menggelikan. (hlm. 275)

Keterangan Buku:

Judul                                     : Alcatraz vs the Evil Librarians: The Scrivener’s Bones

Penulis                                 : Brandon Sanderson

Penerjemah                       : Nadya Andwiani

Penyunting                         : Dyah Agustine

Proofreader                       : Enfira

Penerbit                              : Mizan Fantasi

Terbit                                    : Juli 2017

Tebal                                     : 307 hlm.

ISBN                                      : 978-602-61099-9-6

1 thought on “REVIEW Alcatraz vs the Evil Librarians: The Scrivener’s Bones”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s