Tidak ada hal yang mudah jika itu menyangkut masalah hati, sekecil apa pun itu. Bahkan hanya sekedar tersenyum setelah kehilangan, akan seperti menelan biji kedondong yang menyakitkan, seberapa pun kita berusaha untuk menelannya atau sebatas ingin memuntahkannya kembali.
Walaupun menyakitkan, kehilangan seperti bumbu tersendiri yang hadir di kehidupan mahluk hidup yang ada di dunia ini. Entah itu kehilangan yang kecil atau bahkan cukup besar. Akan ada banyak rasa dan pikiran yang berkecamuk dan memberikan kesan tersendiri atas hal tersebut, semenyakitkan apapun yang sudah dihadapi.
Tidak ada orang yang mau mengalami hal tersebut, namun kehilangan menjadi satu titik fase tersendiri dalam kehidupan. Ini bukan sekedar hayalan tingkat tinggi seperti yang ada di novel, film, atau bahkan cerita yang diceritakan dari mulut ke mulut. Akan tetapi, kehilangan itu nyata dan benar adanya. Rasa yang ditimbulkan dari kehilangan bahkan dapat menghilangkan nyawa seseorang.
Tidak ada yang tahu sampai kapan kehilangan itu akan pupus dan membuat orang yang merasakannya melupakan rasa itu. Bahkan sepertinya mustahil untuk menghilangkan rasa kehilangan sebesar apapun kita ingin melepaskannya.
Kehilangan sendiri memiliki arti penderitaan dan kesedihan atau tempaan dari kualitas dan ketabahan serta kesiapan diri. Seseorang dapat memiliki rasa kehilangan karena ia memiliki keterikatan atas sesuatu hal baik benda mati atau benda hidup. Namun pada kenyataannya, kehilangan memiliki banyak faktor yang memengaruhi tingkat rasa hilang yang dihadapi seseorang seperti kedekatan emosional dengan sesuatu yang hilang tersebut.
Setiap orang pasti pernah merasakan kehilangan. Rasa kehilangan yang sangat pedih disebabkan karena kita tidak siap untuk menghadapi hal tersebut. Bukan kehilangan namanya kalau disengaja. Bahkan saat kita sudah mempersiapkan diri, misalnya kehilangan karena kematian yang disebabkan sakit, rasanya tetap akan menyakitkan. Seberapapun kita berusaha untuk mengatasi tersebut, kehilangan akan terasa menyakitkan.
Saat orang merasakan kehilangan yang mendadak, seseorang akan mengalami mati rasa. Ia tidak bisa merespons apapun seperti rasa sedih, namun di sisi lain ia yang mengalami kehilangan secara mendadak tersebut memiliki khayalan atau anggapan tersendiri. Seperti ada sesuatu yang mengambil paksa apa yang kita miliki saat ini.
Seseorang yang mengalami perasaan sendiri, terisolasi, dan disingkirkan setelah merasa kehilangan adalah karena menganggap orang yang mengasihi, memperhatikan, dan yang selalu ada di dekatnya tersebut sudah tidak ada. Tidak ada lagi sosok yang dekat dengannya sehingga merasa untuk membaur dengan orang lain dalam suatu lingkungan menjadi suatu hal yang sia-sia dilakukan.
Tidak ada orang yang ingin merasakan kehilangan. Bahkan orang yang pernah melakukan kejahatan sekalipun karena pada dasarnya adalah setiap orang tersebut suci dan lingkungan serta situasi kondisi yang akan mempengaruhi mental dan juga kelakuan dari orang tersebut.
Sekali orang merasakan kehilangan, akan ada hal yang berbeda yang terjadi pada dirinya. Beberapa orang akan dapat melakukan atau melanjutkan kehidupan seperti biasa, namun ada juga orang yang akan merasakan kehilangan yang sangat sehingga takut jika dunia yang dihadapinya tidak akan sama. Terutama jika kehilangan tersebut disebabkan karena orang yang berarti untuknya, misalnya keluarga, teman dekat, bahkan kekasih.
Kehilangan orang yang disayangi seperti orangtua yang selalu ada di sekitar kita, bisa membuat kita hilang arah. Tidak peduli berapa usia kita, saat orangtua kita meninggal, seperti ada lubang menganga yang bahkan menyebabkan kita kehilangan cara untuk bernapas. Semua yang ada di sekitar kita seperti semu dan yang sedang kita hadapi itu tidak nyata.
Kalau dibandingkan, kehilangan orangtua saat kita masih kecil membuat kita menjadi lebih dewasa sebelum waktunya. Bahkan risiko kita menjadi ‘anak nakal’ lebih besar dibandingkan jika kita kehilangan orangtua kita saat dewasa. Ini karena kita saat dewasa lebih bisa untuk menguasai emosi yang kita miliki.
Orang lain mungkin juga mengalami hal itu. Kehilangan orangtua karena mau bagaimanapun, yang hidup akan tetap mati. Yang membedakan adalah perasan kita akan kehilangan tersebut. Bahkan jika yang meninggal adalah orangtua kita yang kita sendiri tidak terlalu dekat, akan menimbulkan kekosongan pada diri.
Ketika sedih hingga menangis, pernahkah kita merasa ingin memukul apapun atau menyendiri? Itu disebabkan karena otak sedang mengaktifkan hormon kortisol. Hormon inilah yang membuat kita ingin memukul, melempar sesuatu, meratapi kesedihan, sebagai pelampiasan kesedihan. Hormon inilah yang juga menyebabkan kerongkongan kita menjadi tegang. Sehingga ketika kita menangis, kita seperti kesusahan untuk menelan. Apalagi ketika sesenggukan.
Seiring dengan air mata yang keluar dari tubuh, kita akan merasa lebih lega. Ini karena endorfin tidak hanya mengurangi stres dengan cepat, namun juga memperbaiki suasana hati. Inilah sebabnya kalau kita sedih, makan disarankan mengkonsumsi makanan yang bisa memicu pelepasan hormon endorfin, seperti dark chocolate.
Saat kita sedang berduka atau kita sedang sedih, pernah tidak ada orang yang menganggap remeh perasaan sedih yang kita rasakan? Misalnya: “yang kamu rasakan ini nggak seberapa. Ada loh yang lebih berat dari kamu. Yang nggak seberuntung dirimu.”
Oke. Tujuannya mungkin membantu untuk mengingatkan kita bahwa kita ini lebih beruntung. Tetapi nih, yang namanya orang lagi sedih, kalau perasaannya dibandingkan dengan orang lain, tentu tidak terima. Bahkan walau ada yang bilang begitu, kita cenderung tidak mau tahu. “Dia ngomong apa sih? Orang baru sedih kok malah dibegituin!”
Mendengar orang yang meremehkan perasaan sedih yang kita rasakan saat kita sedang berduka, terdengar seperrti meremehkan dan menyepelekan seakan yang ita rasakan itu tidak ada apa-apanya. Yang kita rasakan itu hanyalah kebohongan dan tidak nyata.
Ketika kita menemui atau disekitar kita ada orang yang seperti itu, memang lebih baik agar kita menghindarinya, termasuk jika orang tersebut adalah keluarga atau teman dekat kita sendiri. Bukan karena kita benci hingga ke akar-akarnya dengan orang tersebut, namun itu untuk melindungi diri kita sendiri.
Ketika kita merasa kehilangan, cara paling mudah yang bisa kita lakukan adalah bercerita. Memendam dan memupuk perasaan yang kita rasakan seorang diri akan membuat diri kita sesak. Bahkan merasa seperti tidak bisa bernapas. Akan tetapi, penolakan dan reaksi yang tidak sesuai dengan keinginan kita memberikan ketakutan tersendiri, “apakah tepat kalau aku bercerita pada dia tentang yang aku hadapi?”
Kebanyakan orang akan selalu memberikan reaksi bahkan memberikan saran yang sebenarnya adalah diamnya mereka. Telinga mereka dan tidak adanya reaksi yang berlebihan seperti menyalahkan atau bahkan dengan kalimat “mungkin kamu nggak dekat dengan Tuhan, makanya depresi.
Dengan melihat masa depan dari apa yang sudah kita alami, kita merasa bahwa kita mampu. Dengan begitu, kita bisa mencari tujuan dengan lebih jelas. Kita bisa fokus untuk mencapai apa yang kita inginkan.
Dari tujuan tersebut, ketika kita melihat kembali ke masa lalu, ada sedikit rasa terima kasih pada masa lalu. Kita akan menjadi diri sendiri jika hanya terdiam di masa lalu dan tidak mencoba untuk bangkit. Padahal kita mampu untuk itu.
Dari masa lalu itu juga, kita bisa menjadi pribadi yang enggan diatur atau didikte oleh masa lalu. Hal yang kita lakukan ke depannya memang dari masa lalu. Kita tidak bisa memungkiri itu. Namun, setidaknya kita bisa menghargai apa yang ada di belakang dan di depan kita. Masa lalu itu seperti album. Mungkin akan rusak karena ditumbuhi jamur, namun akan selalu ada di tempat di album baru untuk kita membangun masa depan.
Membaca buku, aku menemukan beberapa istilah baru yang bagus buat dibahas. Beberapa diantaranya adalah:
- Anhedonia. Kondisi ini tidak hanya akan membuat kita menjadi sedih atau merasa kehilangan yang tidak bisa kita jabarkan, namun juga membuat kita kehilangan energi. Kita malas dan enggan atau bahkan tidak bisa melakukan hal-hal tertentu bahkan membuat kita tidak bisa merasakan kebahagiaan akan sesuatu. Padahal sebelum mengalami kondisi kehilangan ini, mudah saja bahkan sangat mudah untuk tertawa atau sekadar senyum dan bahagia.
- Complicated grief. Berdamai dengan orang yang sudah meninggal dengan kondisi yang penuh akan memori buruk akan membuat kita semakin susah untuk berdamai dengan diri sendiri. Orang yang mengalami complicated grief akan merasakan kesedihan yang intens atau berlebihan ketika mengenang orang yang sudah meninggal tersebut. Ada kerinduan besar yang tidak bisa disalurkan. Tidak bisa diucapkan, bahkan yang hanya menjadi angin lalu.
- Cherophobia. Gangguan ini berbentuk kecemasan atau perasaan takut yang parah karena objek yang mengancam yang dianggap membuat bahagia. Orang yang mengalami gangguan mental ini tidak selalu merasa sedih namun cenderung memilih untuk menghindari kegiatan yang menyenangkan dan menolak peluang yang membawa perubahan ke arah yang lebih positif.
- People pleaser. Adalah orang yang selalu ingin menyenangankan orang lain dan mengesampingkan atau menomorduakan dirinya sendiri. Terdengar positif namun nyatanya itu negatif. Kenapa? Karena dengan menjadi people pleaser, kita harus menjadi orang lain hanya untuk orang lain yang entah memikirkan apakah kita juga bahagia atau tidak. Cobalah untuk mengatakan apa yang kamu rasakan dan inginkan. Sehingga kita tidak hanya bisa berhenti untuk menjadi people pleaser namun juga meringankan situasi dan tidak membuat situasi dan kondisi menjadi lebih rumit dari sebelumnya.
- Toxic positivity. Secara umum, istilah tersebut menyoroti perilaku seseorang yang memaksakan oran lain untuk berpikir secara positif tanpa memberikan empati pada masalah yang dihadapi. Toxic positivity mengacu pada suatu konsep agar tetap positif dan hanya posotif yang benar dan mengabaikan yang negatif atau menolak segala hal yang memicu suatu emosi negatif. Dari situ memang terdengar menarik dan sangat positif apalagi untuk membangkitkan semangat orang lain yang sedang sedih. Namun, naasnya kita lupa bahwa tidak semua orang yang sedang bersedih seperti sedang merasakan kehilangan butuh untuk dimotivasi.
Keterangan Buku:
Judul : Berdamai dengan Kehilangan
Penulis : Nur Chasanah
Penyunyting : Amira
Pemeriksa aksara : Amira
Penyelaras akhir : Sony Adams
Penata aksara : Z
Perancang sampul : Z
Penerbit : Psikologi Corner
Terbit : 2020
Tebal : 314 hlm.
ISBN : 978-623-244-265-8
1 thought on “REVIEW Berdamai dengan Kehilangan”