“Kehidupan masa kanak-kanak akan kita bawa sepanjang hidup, seperti sebuah konsep cetak biru; berisi keterkaitan emosi yang muncul kemudian. Keluarga yang saling membahagiakan dan saling mendidik adalah tempat kita belajar tentang perasaan, mana yang bisa diterima, mana yang memadai, dan perasaan mana yang sama sekali tidak boleh kita miliki. “ (hlm. 134)
Waktu terasa lebih melelahkan saat sering kita gunakan untuk menyesali keputusan yang terasa tidak menguntungkan, walaupun sebenarnya ada saat-saat yang kita nikmati. Sayang, saat tersadar mengambil keputusan yang ternyata tidak begitu menguntungkan, terkadang kita berpura-pura melakukannya untuk kebahagiaan orangtua atau siapa pun agar kesannya kitalah yang menjadi korban. Namun bersiap saja jika tiba-tiba kita melihat tembok yang tebal dan tinggi di depan, lalu peran ‘korban’ itu menjadi kenyataan.
Kita mempunyai kendali penuh untuk membuat semenyebalkan apa hidup ini, atau semenyenangkan apa pun, menjadi sebagaimana yang terlihat di mata kita, kita pula yang menentukan seperti apa kita terbangun keesokan harinya.
Pembeda seseorang yang sadar bahwa ia hidup di saat ini dan kemungkinan kecil tidak akan terjebak dan masuk dalam Dunia Mars, yaitu seseorang yang menyadari hobi yang diminatinya. Sekali lagi, hanya orang yang sadar kalau ia hidup di saat ini, di tempat sekarang ia berdiri, dan masih tahu apa hobinya. Hobi akan menolong mereka saat dunia terasa sedikit pengap.
Tidak berbeda dengan jebakan pemikiran Planet Mars, pemikiran sederhana kita membuat dunia yang sempurna untuk melampiaskan perasaan kesal, gak terima, dan kecewa. Ini seperti membohongi diri sendiri. Kita menjadi tidak hidup di tanah yang kita injak sendiri. Mungkin sesaat akan memberikan perasaan nyaman dan tenang, tapi kalau terlalu lama kita akan ketinggalan kereta. Dunia menjadi terlalu cepat berubah. Seharusnya bukan hanya pikiran dan mimpi kita saja yang sibu mengalahkan perasaan tidak menyenangkan, tapi kesadaran untuk menghadapi dan menerima entah perasaan tidak menyenangkan, tapi kesadaran untuk menghadapi dan menerima entah perasaan tidak menyenangkan atau menyenangkan yang terjadi.
Planet Mars akan muncul lalu memberikan gambaran bahwa dengan power yang kita miliki pada masa lalu, kita bisa melakukan pembalasan pada sikap yang kurang sopan ini. Terus menerus terulang ketika kita mendapatkan perlakuan yang kurang sopan ini. Terus menerus terulang ketika kita mendapatkan perlakuan yang kurang istimewa dari orang lain karena dulu kita adalah seorang yang memiliki kejayaan.
Bukan hanya tetap hidup di masa kejayaan yang terkadang bisa membuat kita kelelahan hingga kehilangan energi. Tetap hidup di masa-masa menyakitkan atau masa lalu yang memalukan. Tapi terkadang manusia juga bisa hidup di masa lalunya yang menakutkan. Ada beberapa anak yang tidak bisa melepaskan diri mereka dari perkataan orangtua atau guru masa kecil mereka sendiri. memautkan ingatan dengan kuat pada peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan namun kita tetap memilih berkubang di lumpur. Entah hanya sebuah kata-kata, sebuah tatapan, atau mungkin kontak fisik yang dulu belum begitu kita pahami.
Mereka mampu memblokir jalan yang seharusnya bisa kita lihat. Entah itu masa lalu yang menyenangkan atau masa lalu yang menyebalkan mampu memutuskan kesadaran kita. Selebihnya mereka akan mengambil alih sudut pandang kita ketika mengambil keputusan.
Ketika kalian sudah kehilangan sensivitas untuk mengenal diri kalian sendiri itu artinya kalian kehilangan objektivitas tentang siapa sebenarnya kalian. Kita tidak bisa lagi menerima diri kita sendiri, kemiskinan, pengetahuan tentang aku ini apa, aku ini siapa, membuat kita akan menciptakan Mars yang ideal semau kita, di otak kita, di mimpi kita saja. Lalu jadi lupa kalau sebenarnya kita ini sangat berguna dan sangat berharga, keberadaan kita di dunia ini penting.
Skizofrenia: Hal ini terjadi ketika individu tersebut terlalu lama menarik diri dari hubungan sosial dan benar-benar kehilangan sensivitas keberadaannya di dunia. Mereka menjadi kesulitan membedakan ini dunia Mars yang mereka ciptakan sediri atau kenyataan. Kepribadian Skizoid tidak menjalin pertemanan karena ia merasa memang tidak membutuhkann dukungan dari orang lain, namun ia tidak menarik diri secara sepenuhnya dari pergaulan. Penderita menjadi tidak bisa mengetahui mana dunia khayalan yang ia jadikan tempat persembunyian atau dunia pelariannya dengan dunia objeknya yang sebenarnya.
Gill Cox dan Sheila Dainow mengatakan bahwa ada beberapa keluarga yang menggunakan manipulasi dan rasa bersalah kepada anggota keluarganya yang lain dengan tujuan untuk menggunakan rasa bersalah itu untuk menggerakkan orang tersebut menuruti kemauannya. Tanpa kita sadari terkadang kita sudah belajar terbiasa untuk merasa bersalah sejak kecil. Biasanya manipulator ini tidak mengatakan kemauannya secara terang-terangan tetapi mempermainkan perasaan bersalah kita. Dan wanita merupakan yang paling rentan dalam hal ini untuk dimanipulasi.
Ada kalanya seseorang harus belajar tentang tanggung jawab. Tanggung jawab di sini bukanlah artian hukuman yang harus kita jalani karena sebuah kesalahan yang baru saja kita lakukan. Sikap untuk memberikan ruang bagi diri kita untuk memberikan penerimaan tentang kekurangan yang baru saja kita ketahui. Mengapa kita harus bersusah-susah mendapatkan pengakuan dan pemakluman semu dari orang lain, dan mengorbankan diri sendiri hingga tersesat dalam angan kesempurnaan.
Manusia memang tidak mampu untuk mengubah dan memutar waktu kembali ke masa-masa dulu saat orang terdekat, termasuk orangtua atau keluarga kandung, dan teman masa sekolah – mengatakan kekejaman, ledekan yang merendahkan, dan sikap bullying yang tidak bisa kita lupakan, yang membuat kita membenci diri sendiri. Namun mau sampai kapan kita akan menjadi sama seperti mereka yang menyakiti diri kita? Bukankah seharusnya orang yang terserang penyakit demam karena terkena air hujan harus sejenak meneduh dan meminum obat, juga harus tidur sejenak?
Hanya sedikit orang yang mampu melewati masa kanak-kanak tanpa terjebak dengan kecaman, perasaan terluka, atau trauma yang meninggalkan ‘cacat’ saat kita melakukan penilaian diri dan bahkan saat kita mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya anak yang tidak dengan orangtua mereka saja yang berpotensi mendapatkan efek negative dalam pembentukan identitas diri, nilai diri, dan kapasitas diri untuk memelihara diri, anak yang dekat dengan ibunya bahkan bisa saja mendapatkan suara negatif yang membahayakan dirinya; pengaruhnya sama dengan anak yang tidak memiliki kedekatan kepada ibunya. Terkadang kata-kata yang berisi harapan, ketakutan, keraguan, berdampak lebih serius daripada suara kecaman dari seorang ibu yang dalam keadaan emosi. Kadar cinta sang anak yang terlalu kuat, jika sekali saja ia mendengar kata yang berlebihan dari ibunya, hal itu bisa menimbulkan perasaan sengasara dan tidak berdaya.
Ketika kita ternyata berhadapan dengan orangtua yang sering melakukan kekerasan, baik fisik atau verbal, dan jika luapan amarah orangtua kita tidak bisa dibendung, berhentilah sejenak untuk melihat kemungkinan luka yang juga dirasakan orangtua kita. Mereka memang tidak dibenarkan melakukan hal seperti itu, dan kita juga berhak merasa sakit hati, marah, kecewa, dan sedih. Kita juga tidak harus langsung menghilangkan kebencian atas perlakuan orangtua kita, namun kita perlu menata pikiran dan anggapan kita terhadap orangtua kita sendiri.
Tidak ada orangtua yang sempurna, menata pikiran mengajak kita untuk melihat orangtua kita apa adanya dengan mengubah pola pikir kita, mengubah perasaan benci kita menjadi keyakinan untuk lebih memahami dan memaafkan diri kita sendiri. temukanlah suara apa yang selama ini masih kita simpan tentang ketidakpuasan atau perasaan marah akan perlakuan orangtua, lalu dengan keadaan yang tenang, coba maafkan orangtua kita dengan nasehat yang terlintas di hati.
Menahan marah dan memaafkan orang dari kesalahannya bukanlah yang mudah. Kita perlu memberikan perhatian khusus kepada perasaan marah yang ada di hati kita, selain memberikan kesembuhan pada diri kita sendiri. Perasaan marah lahir dari pikiran negative kecewa atau tidak puas, membuat seseorang dengan mudah mengeluarkan ekspresi marah pada setiap situasi yang mereka alami. Kenapa demikian? Jika dilihat dari sisi psikologis, perasaan luka tersebut sangat memungkinkan untuk meninggalkan bekas pada kepribadian.
Meskipun terkadang orang terdekat bisa membantu kita menyembuhkan luka pada masa kanak-kanak kita, namun menjadi bergantung kepada mereka agar bisa sepenuhnya menyembuhkan luka emosional kita, dapat menimbulkan perasaan putus asa yang kronis, hubungan yang obsesif, bahkan memicu konflik yang berkepanjangan dengan keluarga ketika hal tersebut tidak terpenuhi atau orang tersebut tidak bisa menjadi seperti apa yang kita inginkan.
Dengan menelusuri perasaan, kita dapat memupuk rasa hormat terhadap emosi kita, jadi menemukan cetak biru tentang diri kita sendiri selengkap mungkin membantu kita untuk lebih jelas melihat pola emosi yang ada dalam diri kita selama ini sehingga memberikan kita kemudahan untuk merawat emosi kita pada tahap selanjutnya.
Keterangan Buku:
Judul : Baca Buku Ini Saat Engkau Lelah
Penulis : Munita Yeni
Penyunting : Sony Adams
Pemeriksa aksara : Mustika Putri
Penata aksara : Zulkarnaen DS
Perancang sampul : Zulkarnaen DS
Penerbit : Psikologi Corner
Terbit : September 2021
Tebal : 218 hlm.
ISBN : 978-602-5907-78-4