Tuhan teknologi. Tuhan ilmu pengetahuan berbicara kepada kita mengenai pemahaman sekaligus kekuatan, sedangkan tuhan teknologi hanya berbicara sekaligus kekuatan. Tuhan teknologi menghancurkan penegasan dari Tuhan secara agama bahwa surga hanyalah sebuah penghargaan atau karunia yang diterima sesudah mati. Tuhan teknologi menawarkan hal-hal yang menyenangkan dalam hidup, efisiensi, dan kemakmuran pada saat ini dan di sini, serta menawarkan kemanfaatannya untuk semua, kepada orang kaya juga kepada yang miskin, sebagaimana hanyla yang dilakukan oleh Tuhan agama. Namun, Tuhan teknologi berjalan sangat jauh. Karena dia tidak sekedar memberikan kesenangan pada yang miskin, maka dia menjanjikan bahwa melalui pengabdian kepadanya, orang miskin itu akan menjadi kaya.
Bahwa orang-orang yang memercayai karya-karya teknologi, mereka bersandar kepada teknologi, bahwa teknologi itu memberikan janji-janji, mereka merasa kehilangan kita tidak bisa mengakses teknologi, mereka sangat bersenang hati ketika teknologi itu hadir di hadapan mereka, bagi kebanyakan orang teknologi bekerja dalam cara-cara yang misterius, bahwa mereka mengutuk orang-orang berbicara menentang teknologi, bahwa mereka berdiri dalam keterpesonaan terhadap teknologi, dan bahwa dalam setiap adanya pergantian mode mereka akan segera mengganti gaya hidup mereka, jadwal-jadwal mereka, kebiasaan-kebiasaan mereka dan hubungan-hubungan mereka untuk bisa menerima teknologi.
Teknologi-teknologi informasi modern telah mengubah sekolah-sekolah menjadi sama sekali tidak relevan, karena sekarang ada informasi yang jauh lebih banyak yang tersedia di luar ruangan kelas daripada informasi di dalam kelas.
Tuhan konsumerisme. Banyak sekolah-skeolah lanjutan menengah atas dan televisi yang mengajarkan pada kita bahwa mimpi yang tertunda adalah sebuah mimpi yang selalu tiada, dengan kata lain mimpi itu sama sekali tidak ada, bahwa pada kenyataannya mereka semua berhak atas hasil-hasil dari sumbangan teknologi, dan bahwa Tuhan konsumerisme telah menganugerahkan pemikiran yang lebih bebas daripada yang bisa diberikan oleh tuhan kerja.
Jika mengacu pada Tuhan konsumerisme, yang mana aksioma dasar moralnya dinyatakan dalam slogan: “Siapa pun yang mati dengan mainan yang paling banyak, dia adalah orang yang menang.” Dari pepatah ini bisa dikatakan bahwa, kebaikan itu melekat pada orang-orang yang membeli segala sesuatu, sedangkan kejahatan itu berada pada orang-orang yang tidak bisa membelinya. Kemiripan antara Tuhan Konsumerisme dengan Tuhan Kemanfaatan Ekonomi sangat nyata, akan tetapi ada perbedaannya yaitu Kemanfaatan Ekonomi merumuskan bahwa kita adalah apa yang kita perbuat untuk mendapatkan penghidupan, sedangkan konsumerisme merumuskan kita adalah apa yang bisa kita kumpulkan.
Penyembahan kepada Tuhan Konsumerisme, secara mudah berfungsi sebagai dasar metafisik dari pendidikan di sekolah karena konsumerisme telah ditekankan kepada para kaum muda di awal kehidupan mereka, jauh sebelum mereka masuk ke sekolah.
Dalil yang dirumuskan oleh televisi dengan iklan-iklannya adalah hidup itu bisa dibuat bermanfaat dengan membeli segala sesuatu tidak akan terlihat menjadi sebuah pesan yang memikat, tetapi justru mengatakan dua hal saling bertentangan. Yang pertama, bahwa Tuhan Konsumerisme masih memiliki hubungan yang sangat dekat dengan narasi lainnya, yaitu Tuhan Teknologi. Yang kedua, pesan-pesan televisi yang menyampaikan tentang konsumsi dan teknologi telah sampai dalam bentuk cerita-cerita perumpamaan yang bernuansa keagamaan.
PENDIDIK. Kebanyakan dari para pendidik memusatkan perhatiannya pada pengolahan belajar, jurnal-jurnal mereka dipenuhi dengan laporan-laporan tentang penelitian yang memperlihatkan cara pengolahan pendidikan atau untuk memperlihatkan cara yang lebih baik untuk mengajarkan membaca, matematika dan studi-studi sosial.
Tuhan Kemanfaatan Ekonomi. Mahluk ekonomi yang utama dan terkemuka, dan bahwa pengertian tentang nilai dan tujuan bisa ditemukan dalam kemampuan kita untuk memperoleh manfaat material. Menurut tuhan ini, kita adalah apa yang kita lakukan untuk memperoleh penghidupan sebuah konsepsi sifat manusia yang agak problematik seolah-olah seseorang bisa dijamin dan diyakinkan dengan pekerjaan yang menimbulkan semangat dan memberikan banyak keuntungan. Tuhan ini tidak mampu menciptakan alasan-alasan yang memuaskan bagi pendidikan di sekolah. Dengan mengesampingkan asumsinya bahwa pendidikan dan produktivitas saling bergandengan tangan, janjinya untuk memberikan pekerjaan yang menarik. Tiada suatu bukti yang kuat untuk memercayai bahwa gaji yang tinggi, pekerjaan yang menarik, akan bisa tersedia bagi para murid setelah mereka lulus.
Kaum Muda. Pertama, sekolah-sekolah harus mengajarkan kepada kaum muda untuk menerima kaum muda sebagaimana adanya, dengan segenap aturan-aturan kulturalnya, kewajiban-kewajiban, segenap untuk untaian kebudayaan bahwa semua prasangka-prasangka yang ada. Kedua, bahwa kau muda harus diajari untuk menjadi pemikir-pemikir yang kritis, supaya mereka menjadi perempuan dan laki-laki yang berpikir dan berjiwa merdeka, berbeda dengan kebijaksanaan konvensional di zaman mereka dan kekuatan dan keahlian yang cukup untuk melakukan perubahan terhadap hal-hal yang keliru.
Buku aslinya ini terbit tahun 1995. Jika dihitung sekarang, berarti sudah 28 tahun buku ini terbit, tapi masih relate dengan dunia pendidikan sekarang.
Keterangan Buku:
Judul : Matinya Pendidikan: Redefinisi Nilai-nilai Sekolah
Penulis : Neil Postman
Penerjemah : Siti Farida
Penyunting : Adhe
Penyelaras Akhir : Reddy Suzayzt
Rancang sampul : Sukutangan
Penerbit : Immortal Publishing dan Octopus
Terbit : 2019
Tebal : 294 hlm.
ISBN : 978-602-5868-26-9