resensi

REVIEW Delapan Sisi

Belajar tak hanya tentang apa yang bisa kamu rasa, bisa kamu lakukan, tapi juga apa yang bisa kamu jaga. (hlm. 102)

Praktik aborsi ilegal tidak hanya dilakukan dengan jalan medis, banyak juga tenaga non-medis yang melakukan praktek ini. Dukun beranak, misalnya. Mereka bahkan tidak menggunakan perlatan medis. Ada juga yang hanya dengan melakukan pijatan di sekitar rahim. Jalan lain bahkan hanya menggunakan obat yang dipercaya bisa menggugurkan kandungan. Semudah itu.

Jika bertanya dari kacamata medis –atau bahkan moral, mungkin tindakan aborsi yang dilakukan seorang (calon) ibu bisa dikatakan salah. Tetapi, bukankah janin dalam kandungan itu pun belum punya pilihan? Bukankah ketika berada dalam rahim ibu, ibulah yang menentukan hidupnya? Tidakkah ibu mempunyai hak yang sama untuk menentukan hidup calon bayinya? Ah, tetapi ibu juga bukan Tuhan yang memiliki kewenangan terhadap sesuatu yang bernyawa.

Membaca kepingan-kepingan cerita dalam buku ini mengingatkan saya pada sebuah kasus di kehidupan nyata. Konon, dulu dia daerah saya tinggal ada seorang bidan yang juga melakukan praktek illegal seperti yang dilakukan dr. Urip a.k.a. Sugeng Wicaksono ini. Pintar dan sudah bergelimang harta masih saja melakukan perbuatan yang merenggut nyawa. Sekarang bidan tersebut sudah pindah dan entah bagaimana nasibnya.

Delapan sisi mengemas aborsi dari delapan sisi tokoh, delapan sisi konflik, delapan sisi cerita dan dengan delapan sisi penulis yang berbeda latar belakang.

Banyak kalimat favorit:

  1. “Anak-anak, sih, siap jadi apa saja. Jadi presiden, jadi pilot, jadi dokter. Orangtua mereka saja yang belum siap.” (hlm. 68)
  2. “Anak pendiem memang banyak kejutannya.” (hlm. 43)
  3. Jadi dokter, membantu banyak orang. Ya, memang klise, sih. Tapi, bukankah memang begitu tugas dokter?” (hlm. 98)
  4. “Terkadang menjadi pengajar tidak selalu berhasil menjadi pendidik, tetapi sebaliknyaa, ketika seseorang sudah berhasil menjadi pendidik, maka ia pun sukses menjadi pengajar.” (hlm. 98)
  5. Seseorang hanya akan menjadi pengajar ketika ia sekadar menyampaikan ilmu yang ia punya. Ketika seorang mendidik berarti ia juga memberikan pengajaran moral kepada orang yang dididik. Mendidik itu seperti ibu.

Sejujurnya, saat membaca cerpen yang pertama agak bingung. Ini jalan ceritanya mau kemana. Gantung banget. Belum menemukan apa yang bakal menjadi benang merah dalam omnibook ini. Setelah membaca cerpen kedua dan ketiga, baru ngeh. Jika kita membacanya tidak berurutan setiap cerpen, tidak masalah. Setiap cerpen berdiri sendiri. Diantara delapan cerita, paling suka dengan tulisan Tris – Reisna Kurnia.

Habis baca omnibook ini jadi mikir; betapa hidup selalu dihadapkan pada sebuah pilihan yang harus dilewati. Kita tidak pernah tahu dengan pilihan kita yang sekarang akan berpengaruh terhadap satu, dua atau banyak pihak. Karena manusia bukan sebuah pulau yang hadir sendiri, pilihanmu bukan milikmu saja.

Sebelumnya, saya sudah membaca omnibook terbitan PlotPoint Publishing; Blue Romanceyang bikin melelah dan Siwon Six yang menceritakan enam ‘kembaran’ Siwon. Agak kecewa dengan cover Siwon Six, saya kembali suka dengan cover omnibook terbitan PlotPoint Publishing kali ini. Seorang perempuan dengan posisi seperti janin di dalam rahim, jempol buat Diela Maharanie. Oya, semoga di omnibook selanjutnya bisa menemukan ilustrasi isi seunyu di Blue Romance. Padahal ini bisa dijadikan ciri khas buku-buku PlotPoint Publishing loh. Bookmark unyu menambah poin plus buku ini.

Omnibook ini ditulis oleh Akademi Bercerita (AkTa) PlotPoint angkatan pertama. Masih muda-muda. Kedepannya, berharap Adityarakhman, Astri Avista, MB Winata, Norman Erikson Pasaribu, Prily V, Ridha A Rizki, RF Respaty, dan Riesna Kurnia masing-masing menelurkan novel solo 😉

Keterangan Buku:

Judul                            : Delapan Sisi

Penulis                          : Adityarakhman, Astri Avista, MB Winata, Norman Erikson Pasaribu, Prily V, RidhaA Rizki, RF Respaty, Riesna Kurnia

Penyunting                    : Arief Ash Shiddiq

Pemeriksa aksara         : Septi Wa,Rika Amelina

Ilustrasi sampul            : Diela Maharanie

Penata aksara               : Theresa Greacella, Teguh Pandirian

Ilustrasi naskah            : Matahari Indonesia

Desain                          : Teguh Pandirian

Penerbit                        : PlotPoint Publishing

Terbit                           : 2013

Tebal                            : 173 hlm.

ISBN                           : 978-602-9481-44-0

NB:

Agak terganggu dengan typo yang lumayan banyak dengan tidak adanya spasi di kalimat ini;

  1. ..sertamertamemelukRini. Iasulitmenyembunyikan (hlm. 5)
  2. Iasegeramembangunkankeduaputrinya, …. (hlm. 22)

Dapet tanda tangan salah satu penulisnya:

23 thoughts on “REVIEW Delapan Sisi”

  1. “Terkadang menjadi pengajar tidak selalu berhasil menjadi pendidik, tetapi sebaliknyaa, ketika seseorang sudah berhasil menjadi pendidik, maka ia pun sukses menjadi pengajar.”

    Sangat suka kalimat ini..
    ketika kita Menjadi pengajar disitulah kita sedang Belajar yg sesungguhnya.. 🙂

  2. Awalnya masih bingung dengan gambar dari cover, tapi ternyata kalau di balik baru ngerti apa maksudnya, bisa dibilang janin gitu ya?

    Pernah ikut kuisnya, tapi nggak menang, cuma pernah cerita sama salah satu penulisnya, ternyata banyak dapat pelajaran juga :))

  3. Warnanya kuning mencolok banget, trus pas liat covernya bingung itu apa? tapi pembatasnyaaa unyu bangetttt!! 🙂 😀 ciee,ada TTD nya jugaaa *envy* ^^V

    Setelah baca reviewnyaa, ngeuh sedikit tentang ceritanyaaa 🙂
    “Anak-anak, sih, siap jadi apa saja. Jadi presiden, jadi pilot, jadi dokter. Orangtua mereka saja yang belum siap.” (hlm. 68) suka nih sama quotes yang ini 🙂

    Terus mereview dengan baik untuk mbak luckty (^^)9 semangat ’45 hehe ikutan #GiveawayPustakawin Hope me luck 🙂 ini review ke => *28

  4. Pertama kali baca Omnibook PlotPoint itu pas dapet hadiah dari Cerita cinta kota. Terpesona juga sama kisah-kisahnya. Hampir60% aku menyukai teknik menulis, gaya berceritanya, dan endingnya yang nggak ketebak. Apa mbak Luckty udah baca omnibook ini?
    Baca review mbak Luckty yang nggak ribet dengan poin2 yang tersampaikan, juga penjelasan makna yang di dapat, aku cukup tertarik sama Omnibook ini.

  5. Mengapa delapan?
    Karena delapan adalah angka infinity~ bukan begitu?

    Kawan saya begitu menyukai angka delapan.
    Cocokkah kalau saat milad saya ngasih novel ini? *lupakan

    Semakin lama komentar saya ngelantur. Hehehe.
    Suka reviewnya 🙂

  6. kereenn, Delapan. angka kesukaanku… Dan lebih terpesona lagi waktu baca review nya…. Terkesan banget sama kalimat ini
    Terkadang menjadi pengajar tidak selalu berhasil menjadi pendidik, tetapi sebaliknyaa, ketika seseorang sudah berhasil menjadi pendidik, maka ia pun sukses menjadi pengajar.” (hlm. 98)
    Seseorang hanya akan menjadi pengajar ketika ia sekadar menyampaikan ilmu yang ia punya. Ketika seorang mendidik berarti ia juga memberikan pengajaran moral kepada orang yang dididik. Mendidik itu seperti ibu.

    Cocok banget buat aku yang lagi ambil jurusan keguruan, khususnya SD. Ah, memang benar. Mendidik bukan hanya sekedar mengajar. Mendidiklah dengan hati, maka akan sampai ke hati. 🙂

Leave a comment