buku, catatan kehidupan, perpustakaan, resensi

Serba-serbi Minat Baca

mata najwa

Dari dulu pengen banget nulis tentang minat baca, apalagi di twitter sempat tertantang ketika Bernard Batubara, penulis novel lagi kultwit tentang minat baca dan mempertanyakan apa indikasi minat baca di Indonesia. Apa daya tertunda mau nulis bahasan ini.

Nah, baru tadi malam acara MATA NAJWA yang tayang tiap Rabu malam dimulai pukul delapan malam ini mengangkat tema sangat menarik, membahas ‘Tak Sekedar Membaca.”

Yang lebih menariknya lagi, para pembicaranya adalah para pegiat literasi yang rata-rata justru tinggal di pelosok. Ada Pak Ridwan Sururi yang lagi ngetop berkat Kuda Pustaka yang dikelolanya, ada Bang Ridwan Alimuddin yang ngehits dengan Perahu Pustaka, Mbak Okky Madasari yang membuat semacam kampung sastra, dan juga Aan Mansyur yang merupakan penulis sekaligus penyair salah satu karyanya yang booming efek #AADC2 adalah beliau merupakan penulis dari sajak Rangga yang berjudul #TidakAdaNewYorkHariIni.

Berikut beberapa kutipan mereka tentang MINAT BACA & PERPUSTAKAAN yang #JLEBB banget:

Kalo selama ini kita bilang minat baca kurang, yang kami dapati di lapangan tidak seperti itu. Yang ada, akses buku berkualitas ke anak-anak ini yang tidak terjadi. Jadi antusias anak-anak itu sangat tinggi.” -Ridwan Alimuddin, Perahu Pustaka-

“Perahu Pustaka ini lebih ke kampanye literasi. Masalah pustaka itu harus diperhatikan juga yang ada di pulau-pulau (kecil). Harapan saya sederhana. Saya mau teman-teman ini mengenal membaca buku saja dulu.” -Ridwan Alimuddin, Perahu Pustaka-

“Kalau saya tidak datang, mereka malah ngomel, ‘Gimana sih Pak, baca bukunya udah selesai, mau ganti buku lagi malah gak datang. Mereka ngomel tapi saya bangga diomelin sama anak-anak itu. Merasa kayak dibutuhkan sama mereka.” -Ridwan Sururi, Kuda Pustaka-

Dengan Kuda Pustaka, mungkin saya mendapat pahala dan juga ada kepuasan batin.” -Ridwan Sururi, Kuda Pustaka-

“Mengajak orang membaca itu berat dan tidak mudah. Butuh pengetahuan dan kebiasaan. Menyebar virus membaca di kota tak kalah sulit seperti di daerah terpencil. Bukan soal fasilitas, tapi minat baca yang rendah. “ –Okky Madasari-

“Salah satu persoalan sekarang karena kita selalu menganggap perpustakaan itu urusannya hanya buku. Yang jauh lebih penting itu adalah mengenai urusan dengan manusianya. Bagaimana perpustakaan untuk mempertemukan manusia. “ -Aan Masyur-

“Saya yakin semua orang butuh kesunyian dan di kota tempat paling sunyi adalah di perpustakaan. Saya yakin sekali kita saat ini lebih menganggap penting kartu kredit dibandingkan kartu perpustakaan. Karena kita semua hidup di kota yang lebih banyak mallnya dibandingkan perpustakaannya.” -Aan Masyur-

Potongan-potongan kalimat di atas dari beberapa pembicara di MATA NAJWA tema Tak Sekedar Membaca ini keren banget. Mereka mematahkan survei, polling, indeks atau apapun namanya yang mengatasnamakan bahwa minat baca di Indonesia itu rendah. Karena pada dasarnya, jika kita terjun langsung ke lapangan adalah kita akan menemukan fakta bahwa masyarakat kita justru haus bacaan. Sarana atau fasilitas yang ada nggak sebanding dengan minat baca masyarakat yang meluap.

Pemerintah seringkali menggembor-gemborkan taman bacaan, komunitas baca dan sebagainya. Tapi lupa menjalankan fungsi perpustakaan sebagai pusat sumber belajar. Seringkali  perpustakaan kesannya kaku; buku-buku bagus nggak boleh dijamah, waktu baca terbatas, pelayanan kurang optimal dan pustakawan yang nggak ramah, jutek bahkan tak jarang masa bodoh terhadap pemustaka.

Kenapa taman bacaan atau perpustakaan yang dikelola pribadi atau masyarakat lebih memikat dibandingkan perpustakaan pemerintah? Karena taman bacaan atau perpustakaan masyarakat tersebut nggak banyak aturan yang membelenggu pengunjung maupun pembacanya. Bebas meminjam buku tanpa aturan yang ketat. Bebas menggunakan berkunjung dengan pakaian apa saja asal sopan. Bebas datang berkunjung untuk sekedar membaca atau leyeh-leyeh seperti di rumah sendiri. Dan yang paling penting adalah pelayanan yang ramah antara pustakawan kepada pengunjung/ pemustaka.

Hal terpenting untuk membenahi perpustakaan bukan berpaku hanya pada kuantitas koleksi semata, tapi lebih ke kualitas pemustakanya dan seberapa berpengaruhnya perpustakaan menumbuhkan budaya literasi dan menyebarkan virus membaca.

Mengutip kalimat Mata Najwa dengan tema ‘Tak Sekedar Membaca’:

Jika melek aksara telah menjadi hal biasa, minat baca adalah hal yang istimewa. Sekadar mengeja telah menjadi kebiasaan, namun gemar membaca adalah keistimewaan. Meningkatkan minat baca memang tak gampang, berbagai kendala banyak menghadang. Budaya menonton kian merajalela,sosial media lebih menggoda ketimbang pustaka. Buku-buku memang terus diproduksi, tapi tak serta merta meningkatkan literasi. Belum lagi persoalan distribusi, buku-buku sulit diakses mereka yang terisolasi. Perpustakaan hanya diisi diktat dan kisi-kisi, sedikit yang bisa menghidupkan imajinasi. Terpujilah mereka yang gigih sebarkan bahan bacaan, kepada mereka yang haus ilmu pengetahuan. Merekalah yang menyodorkan jendela dunia, agar anak-anak bangsa dapat berpikir seluas cakrawala. Agar kita menjadi negara yang maju, menjadi bangsa yang melahirkan para penemu.

Semenjak kerja di @perpussmanda punya prinsip; Lebih baik buku lecek karena dibaca, daripada rapi di rak tapi termakan rayap.

Buku rusak/ hilang? Jangan sedih, Tuhan pasti akan menggantinya. Tuhan akan selalu bersama orang-orang yang tulus berbagi. Percayalah :))

Suka banget ama @MataNajwa dengan tema “Tak Sekedar Membaca’ malam ini, membuka mata bahwa minat membaca di Indonesia dinamis, tidak statis.

Dan @MataNajwa dengan tema Tak Sekedar Membaca menjadi tamparan keras bagi yang berprofesi pustakawan, bahwa di luaran sana banyak ‘pustakawan’ yang sesungguhnya.

17 thoughts on “Serba-serbi Minat Baca”

  1. “Pemerintah seringkali menggembor-gemborkan taman bacaan, komunitas baca dan sebagainya. Tapi lupa menjalankan fungsi perpustakaan sebagai pusat sumber belajar. Seringkali perpustakaan kesannya kaku; buku-buku bagus nggak boleh dijamah, waktu baca terbatas, pelayanan kurang optimal dan pustakawan yang nggak ramah, jutek bahkan tak jarang masa bodoh terhadap pemustaka.”

    —> Dan ini ditulis oleh pustakawan. 😀 Hehehe…. Etapi bener sih. Untung dulu di kampus kita belajar ilmu perpustakaan dari segala aspek, ya.

    Btw, yang menjadi salah satu harapanku adalah pustakawannya juga suka membaca dan menulis.

    Tetap jadi pustakawan unyu yang smart ya, Luckty. Aku udah ke luar arena 😀 tapi tetap berusaha menumbuhkan cinta baca dan cinta perpustakaan lewat novel-novelku 🙂

    1. Pada kenyataannya perpustakaan milik pemerintah memnag imagenya begitu, Mbak.. 😀

      Makasih ya, Mbak. Selalu menyelipkan perpustakaan di setiap novelnya 😉

  2. mmbaca > dapat ilmu > disimpan > diamalkan..

    ini baru tujuan membaca, gak lain dan gak bukan untuk diamalkan, di dunia tak ada yang namanya “memberi ilmu”, yang ada hanya memperdalam ilmu.. :v

    1. Filosofi ilmu seperti air, jika ditempatkan hanya satu wadah akan tumpah, jika mengalir ke berbagai wadah akan terisi tanpa tumpah karena sesuai takaran 😉

  3. perpustakaan yang kurang banyak dan koleksi buku yang tidak nambah. sehingga bacaan kurang dan akhirnya harus membeli bacaan di toko buku. membuat gue sekarang jadi males ke perpustakaan.

    dan bener sekali. para pustakawan di indonesia kebanyakan lagu nya. lebih santai ke rumah baca perseorangan, interaksi sosialnya lebih ada

  4. Wah kelewat nonton waktu itu.
    Bener, ketimbang bikin gedung perpustakaan terbesar itu, lebih baik dananya disebar buat taman-taman bacaan dan pegiat literasi di daerah-daerah.

    1. Sekarang banyak perpustakaan keliling dengan cara yang unik; motor pustaka, kuda pustaka, bajaj pustaka, dsb 😉

    1. Aku juga, Mbak. Merasa tertampar banget. Ngelihat wujud nyata mereka, kita yang sebagai ‘pustakawan asli’ malah seperti butiran debu… 😀

  5. kadang kita suka mengeluh sama keadaan perpus yang begini begitu padahal kita mah enak cuma datang langsung baca. nah mereka tidak mengeluh tapi malah langsung melakukan sesuatu walaupun terhalang beragam kondisi

Leave a comment