buku, resensi

REVIEW Progresnya Berapa Persen?

“Kita nggak punya hak untuk mengatur-atur perasaan orang lain. Biar itu jadi urusan individunya sendiri.” (hlm. 106)

Dilihat dari judul bukunya saja, kita akan bisa menebak jikalau buku ini bertema dunia kerja. Di umur saya ini, tentunya lebih menyukai buku-buku dengan dunia bertema kerja seperti ini, plus dengan segala keruwetan dunia kerja, menghadapi orang-orang di lingkungan kerja, dan juga bumbu-bumbu percintaannya yang lebih dewasa karena dunia kerja memang didominasi oleh para pekerja yang sudah diusia dewasa.

APRIL. Bekerja di sebuah kantor konsultan yang sudah didirikan empat tahun oleh Pak Tio, dan manajer kebanggaannya, Dewangga Bayuzena. Jika Pak Tio menggaet klien, Dewangga mengurus kepentingan teknis, yang artinya Dewangga lebih banyak berurusan dengan para pekerjanya dibandingkan Pak Tio yang lebih sering sibuk di luar. Di kantor ini, April dipekerjakan sebagai konsultan perencana dan konsultan pengawas di bidang konstruksi. Bisa dibayangkan, jika pekerjaannya sangat menguras waktu, energi, tenaga, dan juga emosi. Ditambah lagi atasannya, Dewangga yang mendapat julukan dengan sebutan PakDe, rajin banget menanyakan kabar progres pekerjaan masing-masing anak buahnya yang nggak boleh banget dilihat nganggur, termasuk April  x))

“Progres pekerjaan di proyek berbanding lurus dengan progres pekerjaan kamu di kantor. Kalau ditanya progresnya kamu nggak tahu, berarti kamu nggak kerja. Kalau progresnya nggak sesuai, berarti ada volume yang kamu salah masukkan atau lupa atau belum kamu masukkan. Kinerja semua orang kantor harus diukur dengan progress. Mengerti?” (hlm. 7)

DEWANGGA. Sepertinya memang hanya punya tiga kemeja, yaitu kemeja putih polos, hitam polos dan abu-abu. Di hari Senin, Dewangga akan memakai kemeja putih, di hari Selasa pakai kemeja hitam, dan di hari Rabu pakai kemeja abu-abu. Setiap Rabu sebelum pulang kantor, April dan teman-teman kerjanya akan melakukan taruhan dengan menebak kemeja warna apa yang akan dikenakan bosnya itu untuk hari Kamis. Yang menang akan mendapatkan traktiran makan siang dari semua peserta taruhan. Rekor kemenangan terbanyak dipegang oleh Bang Adrinta. Dia memang paling jago menganalisa. Nanti mendekati akhir cerita, kita akan tahu alasan Bang Adrinta sering berhasil menebak dibandingkan April dan yang lainnya x))

“Pak, pelangi saja warnanya ada tujuh. Kenapa hidup Bapak warnanya hemat banget?” (hlm. 184)

Novel yang mengangkat tema percintaan antara anak buah dengan bos memang lumayan mainstream. Tapi ada beberapa kelebihan dari buku ini untuk membuat kita harus membacanya. Pertama, deskripsi para pekerjanya cukup gamblang. Nggak hanya terpusat pada April dan Dewangga, tapi juga tokoh-tokoh pendukung lainnya, favoritku sih ya Naufal yang tengil tapi nyebelinnya punya sifat narsis yang kelewatan, hahaha… x)) Jadi, deskripsi para pekerjanya terasa real. Mulai dari Shila si anak baru yang dideskripsikan lugu, manis, manja, nurut, pokoknya tipikal khas anak baru gitu. Ada Adrinta yang sebenarnya tidak jauh berbeda umurnya dengan yang lain tapi tampak lebih dewasa dibandingkan yang lain. Clinton yang koplak dengan pacarnya yang diragukan keberadaannya oleh teman-temannya. Kenzo teman seangkatan April, hingga Naufal yang mengalami dilematis antara berkarir di tempat lain dengan prospek yang menjanjikan atau tetap bertahan di tempat kerjanya yang sekarang karena rekan-rekan kerjanya di Herbingers Kantor yang saking kompaknya udah kayak saudara sendiri. Ya, mencari tempat kerja itu sebenarnya gampang, hal yang paling susah adalah bagaimana bisa bertahan di tempat kerja dan menghadapi orang-orang di lingkungan kerja yang biasanya tidak semua cocok dengan kita x)) #tjurhat

Kalau di perusahaan lain, setinggi-tingginya jabatan yang kita pegang, tetap saja kita dipekerjakan. (hlm. 53)

Kedua, tentang selipan untuk menentukan pilihan hidup. Di sini kita akan melihat perempuan dengan label Barbie vs Baymax. Sesungguhnya, secantik-cantiknya perempuan seperti Barbie, tetap nyaman menjadi diri sendiri meskipun seperti Baymax. Sayangnya, sekarang ini, tanpa disadari banyak perempuan yang bercita-cita menjadi Barbie. Penulis menyelipkan pesan moral bahwa menjadi diri sendiri itu lebih penting. Dan harus percaya diri dengan kedaan diri kita, satu paket kelebihan maupun kekurangannya.

Ketiga, tidak hanya deskripsi para pekerjanya yang terasa real, tapi juga dunia kerja di buku ini. Kita akan menemukan banyak sekali istilah-istilah di dunia kerja konsultan. Misalnya rigid pavement, yaitu pekerjaan perkerasan jalan raya menggunakan bahan baku beton, bukan aspal. Dunia kontruksi menuntut sebuah bukti dalam setiap laporan. Menjadi pengawas untuk pengerjaan jalan dengan rigid pavement memang butuh jam tidur yang sedikit berbeda. Pengecoran lebih baik dilakukan pada malam hari agar tidak mengganggu mobilitas warga sekitar. Hal itu dialami oleh Kenzo yang akan tidur jam tiga atau empat pagi, dan harus tiba di on site pukul tiga sore. Dia biasanya tidak sendirian. Kenzo akan bergantian dengan pengawas lainnya. Dan tentu saja pengecoran tidak selalu dilakukan di malam hari.

Dokumentasi merupakan salah satu hal yang paling penting dan menjadi pusat perhatian khusus owner. Owner tidak akan paham jika kita menjelaskan teknis pekerjaan di lapangan melalui kata-kata. Namun mereka akan mengerti maksud konsultan begitu ada dokumentasi yang ditunjukkan.

Dan masih banyak lagi selipan dunia konsultan dan juga dunia konsultan dalam buku ini. Memang terlihat sekali penulisnya sangat memahami dunia yang dijabarkan dalam buku, mungkin karena penulisnya memang lulusan Jurusan Teknik Sipil.

Keempat, Herbingers Kantor yang kocak bikin koplak. Saya sebagai pekerja yang tidak mempunyai teman-teman seumuran di lingkunga kerja, karena hampir 80% umurnya seperti bapak ibu kita sendiri, rasanya suka iri kalo liat liat kekompakan para Herbinger Kantor, yang isinya April dan rekan-rekan kerjanya itu. Receh sih, tapi itu menjadi semacam obat di kala stress saat pekerjaan menumpuk. Ya, kalo di tempat kerja, memang tanpa disadari, saya lebih dekat dengan murid-murid unyu dibandingkan bapak-ibu guru yang notabenenya sudah sepuh-sepuh x)) #tjurhatcolonganlagi

Langsung jatuh cinta ama gaya kepenulisan Kak Soraya Nasution, dan jadi penasaran dengan karyanya yang lain! 😉

Banyak selipan sindiran halus dalam buku ini:

  1. Hidup memang berat, anak muda. (hlm. 2)
  2. Jangan ember, dong. Entar cantiknya hilang loh. (hlm. 2)
  3. Orang cerdas itu nggak akan mau buang-buang waktu untuk hal-hal yang nggak begitu penting termasuk milih pakaian. Makanya warna dan bentukannya cenderung itu-itu aja. (hlm. 8)
  4. Beginilah nasib jadi anak buah. Kapan ya jadi anak presiden? (hlm. 8)
  5. Setiap orang beda-beda. Emangnya elo, pakaian ke kantor, nongkrong, kondangan, ke gereja, semuanya sama. (hlm. 9)
  6. Kamu masih muda. Harus serbabisa dan serbacepat. (hlm. 15)
  7. Tuhan tahu lo pasti mau meras kami berempat, makanya sekarang dikasih cobaan. (hlm. 17)
  8. Gini nih cewek kalo kelamaan jomblo, dibeliin jus sama cowok aja langsung baper. (hlm. 18)
  9. Tolong jangan bawa masalah pribadi ke kantor. Di sini tempat untuk bekerja, bukan untuk pacaran. (hlm. 19)
  10. Junior tidak boleh durhaka pada senior. (hlm. 31)
  11. Beginilah nasib karyawan. Senyum langsung mengembang begitu mendengar kata bonus. (hlm. 39)
  12. Mau nikah sama siapa? Mantan lo udah kawin semua. (hlm. 41)
  13. Pacaran dari zaman Majapahit. Tapi stuck di situ-situ aja. Itu pacaran atau KPR rumah? Bertahun-tahun kagak selesai. (hlm. 41)
  14. Nggak usah pura-pura kerja, toh sekarang sedang jam istirahat. (hlm. 41)
  15. Namanya juga cewek. Ya pengin kayak barbie, dong. Masak kayak Baymax. Kan nggak lucu. (hlm. 44)
  16. Move on memang susah sih. Apalagi mantan muncul lagi dengan versi yang lebih baik. (hlm. 64)
  17. Beginilah dunia kerja. Evaluasi itu perlu untuk meningkatkan kualitas. (hlm. 83)
  18. Masih bisa sendiri, kenapa harus dijemput? (hlm. 149)
  19. Rasa nyaman dan sayang nggak bisa lo beli dengan wajah cantik hasil perawatan sana sini. (hlm. 206)
  20. Cowok ya gitu. Egonya tinggi. Apalagi kalau udah usaha pol-polan tapi yang disuka cuek-cuek aja. Cowok sama kayak cewek. Males sama orang yang suka insecure. (hlm. 323)

Keterangan Buku:

Judul                                     : Progresnya Berapa Persen?

Penulis                                 : Soraya Nasution

Penyunting                         : Dion Rahman

Penata letak                       : Debora Melina

Desainer sampul              : @Garisinau

Penerbit                              : PT Elex Media Komputindo

Terbit                                    : 2019

Tebal                                     : 359 hlm.

ISBN                                      : 978-623-00-0374-5

1 thought on “REVIEW Progresnya Berapa Persen?”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s