catatan kehidupan

Rapel: 13 Hari (Jatinangor-Metro-Jatinangor)


26 September 2008
Laut Biru yang Bikin Haru…
Untuk pertama kalinya, pulang ke Lampung ngeteng a.k.a. putus-putus naek bus empat kali bus plus naek kapal pas siang-siang (biasanya kena malem klo pas di kapal). Akhirnya aku bisa liat laut yang biru dengan jelas!! Senangnyaaa…apalagi pas di kapal dapet view yg bagus liat lautnya. Kereeen!! Aku kebagian di dek kapal atas, pas deket corong suara pemberangkatan kapal, jadi bisa liat-liat orang hilir mudik plus mobil-mobil yang berderet antri masuk kapal.

Dari style-nya, aku menebak penumpang-penumpang kapal sebagian besar adalah pemudik yang akan berlebaran di kampung halamannya (seperti aku!)
Tapiiii…!!! Buanyaaak bgt orang yang nggak puasa!?!? Pada makan cuek bebek (loh, bebek ikut mudik?! ^-^) Apakah pemudik tergolong musafir?? Aku mah, selagi kuat, kenapa tidak melanjutkan puasa. Toh, aku kuat juga nyampe rumah. Entahlah kalo’ orang lain.

Ternyata, terminal di Merak baru, pindahnya lumayan jauh dari kapal. Wah, kasian banget orang-orang yang bawaanya banyak. Untungnya, aku dan Apri pulang sama-sama hanya membawa satu ransel ajaa…!! Klo kayak gini, kuli-kuli barang jadi laku, gpplah buat penghasilan mereka, berbagi rejeki buat orang lain kan juga pahala tho?!

27 September 2008
Seperti Desa Mati
Masih syok dengan keadaan di rumah. Mati lampu, pemadaman total dari sebelum puasa mpe aku pulang blm juga berakhir. Ya ampyun, Metro Utara gelap total, seperti nggak ada kehidupan. Nggak ada lampu yang nyala, nggak bisa denger radio, apalagi suara TV, nggak bisa minum dingin (kulkas nggak kepake), masak nasi pun kembali ke kompor (magic com nganggur), mandi pun musti irit air (masih mending punya sumur, bayangin aja di rumahku yang nggak punya sumur!), solat teraweh ke mushola pun muaaales bgt rasanyaaa…secara gelap gulita gitchuuu…!?!

Papa bilang: jangan ngeluh, bukan hanya kita kok yang gelap-gelapan. Semua tetangga juga nasibnya sama kayak kita. Biar ngerasain susahnya zaman dulu pas nggak ada listrik. Hiks…

29 September 2008
Reuni SMANSA
Gini nih resiko mati lampu, musti irit batere HP. Secara ngecharger-nya aja butuh perjuangan, musti ke rumah ibu (my step mother) yang beda daerah. Gara-gara irit batere HP, aku baru tau dadakan kalo ada reuni SMANSA. Mana baju keriting semua. Bodo ah! (tetanggaku malah pada beli setrika areng, nyetrika kayak gitu butuh tenaga ekstra loh!)

Pas aku cerita ma temen2, bukannya mereka turut berduka, malah diketawain. “Makanya pindah aja dari Metro Utara, Luck”. Argh….!! Terlebih temen SMANSA yang rumahnya di daerah Metro Utara (terdiri dari tiga desa ini) hanya hitungan jari, nggak nyampe sepuluh orang.

30 September 2008
Malam Takbiran yang Mencekam
Aku (dan orang-orang) di sini berharap (setidaknya) malam takbiran kali ini lampu akan menyala walaupun (cuma) sehari sajaaa…
Nyatanya…mungkin Allah sedang menguji kami, di saat yang lain bersuka cita menyambut lebaran, aku (dan orang-orang di sini) harus berupaya lebih ekstra menghadapi malam takbiran dengan cahaya dari lilin yang kian redup termakan dinginnya malam.

Masyarakat marah. Marah pada siapa?? Pada pemerintah?? Tau apa pemerintah penderitaan kami yang dibiarkan terlunta-lunta sebulan lebih?! Bendera-bendera partai berkibar di jalanan saling berlomba unjuk gigi menuju garis pemilu. Buat apa?? Masalah listrik aja nggak becus!! Fuih…

Malam takbiran seharusnya diisi dengan alunan suara-suara takbir yang menggema di masjid-masjid…yang ada masyarakat marah…sudah jengah dengan semua ini…trafo-trafo listrik dibakar massa yang mulai menggila…benar-benar malam takbiran yang mencekam….

30 September?? Bukankah hari ni G/30S/PKI??

1 Oktober 2008
Hujan Turun di Hari Lebaran Pertama
Ini kali kedua lebaran dengan keluarga baru.
Rute lebaran hari pertama juga berbeda mulai dua tahun ini.

Hujan mulai mengguyur Lampung: Metro – Pekalongan – Purbolinggo – Raman Aji – Pakuan Aji – Sukadana – Kota Gajah. Hmmm…tampaknya hujan rata di mana-mana. Dari balik mobil, aku melihat tetesan hujan membasahi tanah dan pohon-pohon yang kehausan. Pohon-pohon singkong disepanjang jalan Sukadana menari-nari saat hujan menghampiri, daun-daun pohon kelapa meliuk-liuk tertiup angin. Tanah merona merah tersapu hujan..

Seperti pelangi, setia….menunggu hujan reda…. (ERK-Desember)

5 Oktober 2008
Gurame Bakar
Sudah menjadi ritual di hari kelima lebaran, aku reunian ma temen-temen SD. Reuni sama dengan gurame bakar. Yup, setiap reunian SD, menu kami adalah gurame bakar plus sambal terasi, mantab deh! Tahun ini yang gendong anak baru Isti, gimana tahun depan ya?? Yang pasti tahun depan, status kami (insyaallah) melepaskan label mahasiswa.

6 Oktober 2008
Tragedi Tai Kucing
Nggak tau kenapa, dari dulu aku tak pernah menyukai binatang, sekalipun binatang itu lucu!! Eits, tapi bukannnya benci loh! Tapi, yang perlu digarisbawahi: aku tak suka memelihara binatang! Males aja joroknya, hueks..!! terlebih lagi mahluk yang bernama K.U.C.I.N.G. ! !

Hari ni aku bersama Mbak Erni lebaran ke rumah Bu Masna (teman mama ngajar di SD). Rumahnya banyak sekali kucing, di mana-mana, di teras, di dapur, bahkan di ruang tamu. Aku sih nggak masalah selagi kucing-kucing itu tak menggangguku. Sehabis itu, aku ke rumah Om Rono, sekalian mau minta potong rambut ma Tante Sures (mumpung gratis! ^-^). Nyampe di rumah Om Rono, aku (dan Mbak Erni) merasa bau-bau kucing di rumah Bu Masna tadi masih mengikuti kami. Ah..mungkin hanya perasaan saja, pikirku. Tapi, kok nggak ilang-ilang ya?? Dari kami di ruang tamu sampe pindah ke ruang belakang, teuteup aja bau-bau kucing itu masih ada. Aku periksa sandal, jangan-jangan nempel di tapak bawah, nggak ada. Kuperiksa motor, siapa tau, nggak ada juga. Akhirnya, kami (pun) membau-baui baju kami masing-masing dari jilbab, baju hingga celana. Nggak ketemu juga sumber bau kucing itu. Ternyataaaa….!!! Tersangkanya adalah tasku!! Hugs…bau tai kucing, kayaknya waktu pas tas itu di taruh di kursi ruang tamu yang kursinya (abis) di pub-in kucing sialan..huhuhu…!! Huaaaa……tai kucing sialan!!

7 Oktober 2008
Melahap Buku
Hari ni terakhir aku di rumah, seharusnya jadi hari terberatku (setiap) meninggalkan rumah. Dan (memang) berat kurasakan. Bayangin, dari kemarin di rumah nggak da listrik, bahkan airpun tak ada. Jadi ya (otomatis) blm mandi dari kemarin, hihi!!

Mau keluar nggak enak dong klo blm mandi, gila aja apa keluar rumah nggak mandi (dari kemarin! ^-^)

Daripada aku berbete2 ria di hari terakhir di rumah, mending kuabiskan waktu untuk baca2, dari jam 8an pagi mpe jam 5an sore, nggak kerasa ada lima buku yang kulahap (hap!)

• Bintang Bunting
Kalo kita nyangka ini cerita seorang tokoh bintang yang bunting, salah banget! Bercerita ttg Audine yang tak bisa membedakan antara mimpi dan nyata, Adam (suami Audine), Mada (peramal…), Raeli (pemilik salon). Awalnya, ceritanya agak membingungkan, terkesan loncat2 kali’ ya?? Kisahnya menarik saat di akhir cerita yang tak disangka-sangka.
“…kalo takut mati itu kayak ketakutan kita kalo lagi nyetir dalam sebuah perjalanan.”
“…takut ga tau jalanlah, takut abis bensinlah, takut ada apa-apa pas nyampe, karena ga ngerasa punya tempat tinggal di tujuan.”
(hal. 79)

• Joker: Ada Lelucon di Setiap Duka
Bercerita tentang kisah seorang penyiar, Brama dan kehidupan di radio. (tampaknya tak jauh berbeda dengan keseharian sang penulis yang memang bekerja di salah satu radio terkemuka di bandung). (lagi-lagi) kelemahan Valiant Budi yang (juga penulis Bintang Bunting), selalu hambar diawal cerita walaupun sebenarnya ini bukan cerita biasa. Terbukti akhir cerita (yang selalu) jadi sisi menariknya. Tap salut deh buat Valiant Budi yang bercerita ttg tema yang tidak biasa.
“Sempurna bukan berarti ga ada cacat. Kita sebagai manusia terlalu sibuk membuat patokan sempurna, terlalu sibuk membuat pagar-pagar standar, jadinya segala sesuatu yang nggak sesuai dengan patokan dan pagar2 tadi, kita anggap cacat dan di bawah standar. Justru adanya cacatlah yang membuat sesuatu begitu sempurna.” (hal. 73)

• Malaikat Jatuh
Buku ini berisi kumpulan cerpen karya Clara Nag yang terdiri dari 10 cerita; Malaikat Jatuh, Negeri Dadu, Makam, Di Uluwatu, Lelaba, Hutan Sehabis Hujan, Akhir, Barbie, Bengkel Las Bu Ijah, Istri Paling Sempurna. Semuanya bercerita tentang hubungan antara ibu dan anak, bahkan kematian. Setiap cerita dikemas dengan menarik dengan jalan cerita yang tak gampang di tebak.
“Ibu, panggilnya dalam senyap.
Dia merindukan suara lengkingan ibu yang bergetar melewati awan-awan putih.
Dia selalu berpikir guntur adalah perpanjanagn suara ibu dari kejauhan, suara yang sama seperti suara hangat yang berasal dari sudut hatinya yang paling dalam.” (hal.18)

• Kepompong
Karya Indah Darmastuti ini bercerita tentang hubungan dua manusia yang sama-sama mencari arti apa itu hidup dan apa itu cinta, antara Prasasti (Gadis Jakarta yang hidup di Bandung) dan Pramono (Pemuda Solo keturunan keluarga Keraton).
“Setiap manusia adalah ‘ratu’ bagi dirinya sendiri; bisa menjadi rusak atau baik oleh pikiran dan perasaan ketika sedang memimpin diri dalam hidupnya. Tak ada yang bisa memaksa seseorang jadi penolong atau pendosa, pemaaf atau pendendam.”

• Travel Trails. Balik kanan: Barcelona!
Ni buku udah lama, tapi aku baru baca ^-^
Sebenarnya biasa saja, kisah tentang empat sekawan dari sejak zaman mereka ingusan yang berujung pada cinta yang terpendam. Yang bikin menarik adalah kisah empat orang dengan setting yang berbeda-beda yang ditulis keroyokan oleh empat pengarang pula. Ada Farah yang memendam cinta dengan Francis, teman sebangku saat sekolah; Yusuf a.k.a. Ucup yang diceritakan tampak hobi melakukan hal-hal nekat; Retno, gadis ayu yang paling ‘normal’ diantara yang lain; dan Francis, si pianis yang akan menikah dan mengakibatkan mereka berempat yang telah bertahun-tahun tak bertemu kembali bertatap muka.

8 Oktober 2008
(Kembali) Menuju Jatinangor (Lagi)
Hal berat apa yang ada dalam hidupku? Salah satunya adalah balik (lagi) ke Jatinangor. Rasanya buueraaat banget ninggalin rumah! Tapiiii….kalo nggak inget skripsi yang deadlinenya November (semoga!), aku pasti masih betah berlama-lama di rumah (walaupun listrik belum hidup hingga aku pulang). Hmmmm…tampaknya ni (adalah) mudik lebaran terakhirku ke Jatinangor, karena tahun depan aku (insyaallah) bakal di Lampung selama-lamanya..

2 thoughts on “Rapel: 13 Hari (Jatinangor-Metro-Jatinangor)”

  1. wah, saya juga penggemar buku2nya Valiant Budi. Ceritanya penuh jebakan ya?! Kirain bakal kaya sinetron. Taunya punya ending meledak ..

Leave a comment