buku, resensi

REVIEW London

      london

Beberapa orang akan merasa beruntung dicintai sahabatnya. (hlm. 171)

Memangnya, kau bisa jatuh cinta kepada seseorang yang sudah kau kenal selama delapan tahun? Kau tahu semua tentang dirinya; masa lalunya, rahasia-rahasianya, kebiasaan-kebiasaan aneh yang dia lakukan; semua. Kau tidak akan bisa jatuh cinta kepadanya, percayalah. Kau cuma bisa melihatnya sebagai sahabat- tidak lebih. (hlm. 19)

Tiket. Paspor. Visa. Pundsterling. Bon pemesanan kamar. Alamat Ning. Alamat penginapan. Kamera DLSR mungil yang dipinjam dari Dee. Dua buku Scott Fitzgerald. Kaus dan celana jeans secukupnya. Kemeja dan baju. Topi keberuntungan. Dan gelang pemberian Ning. Itulah yang akan dibawa Gilang ke London selama beberapa hari yang direncanakan.

“Gadis mana yang tidak luluh hatinya saat didatangi oleh lelaki yang menempuh ribuan kilometer cuma untuk mengatakan cinta.?” (hlm. 27)

Sebagai seorang penulis, Gilang seharusnya tahu hal utopis semacam ‘mengejar gadis ke London atas nama cinta’ hanya berjalan lancar dalam kisah-kisah fiksi. Dengan berbekal kenekatan dan racun kompor dari sahabat-sahabatnya, dia rela ke London hanya demi mengutarakan isi hatinya ke Ning!

Ning adalah sahabatnya sejak belasan tahun yang lalu. Rumah mereka berdekatan yang hanya dipisahkan oleh sepetak taman kering yang tidak cukup lebar untuk dipakai memarkir dua buah mobil secara seri. Kamar Ning berada di lantai kedua dan menghadap taman tersebut, sama halnya dengan kamar Gilang. Jika Ning berdiri di tepi jalan kamarnya dan –pada waktu yang bersamaan- Gilang berdiri pula di tepi jalan kamarnya, mereka saling melihat dan menyapa –bahkan mengobrol.

“Bagaimana kalau jawaban itu tidak sesuai harapan?”

“Bagaimana kalau ternyata kau punya peluang? Apa kau tidak mau mengambil resiko untuk itu?” (hlm. 226)

Perjalanan Gilang menyusuri London pun dimulai. Tidak segampang yang dikira. Awalnya Gilang berpikir; pergi ke London, temui Ning, menyatakannya perasaannya –perkara diterima atau ditolak-, dan lega setelah meluapkan apa yang ada di dalam hatinya bertahun-tahun. Ternyata tidak sesederhana itu. Begitu sampai di London, Ning justru tidak langsung bisa ditemuinya. Dia malah bertemu dengan banyak orang baru di sana. Salah satunya adalah gadis kaukasoid. Kulitnya pucat, tetapi bibirnya kemerah-merahan seperti warna selai stroberi. Rambutnya ikal, cokelat muda keemas-emasan, dan panjang melebihi bahunya seperti rambut Goldilocks, gadis dalam salah satu dongeng Inggris. Dia mengenakan gaun putih selutut yang mekar dan berlipit-lipit di bagian bawah serta jaket warna senada.

Gilang gemar sekali menjuluki orang lain dengan tokoh-tokoh dalam buku. Julukan itu tidak hanya ia tujukan sahabat-sahabatnya, tapi juga orang-orang baru yang dikenalnya. Salah satunya adalah gadis Goldilocks tersebut.

Nih, penampakan Goldilocks dalam cerita dongeng;

london 1
Gilang juga mendeskripsikan Madam Ellis seperti Kristin Scot Thomas dalam The English Patient. Ini dia wujudnya;

london 2

Banyak sekali bertebaran kalimat favorit:

  1. Cinta sejati tidak selalu berjalan mulus. (hlm. 56)
  2. Ada belati dibalik senyum lelaki. (hlm. 192)
  3. Perempuan. Mereka masalah paling memusingkan. Terkadang, kau merasa begitu dekat dengan mereka, tapi pada saat yang bersamaan, kau merasa begitu jauh. Sesaat, mereka membuatmu merasa jadi lelaki paling beruntung di dunia, tapi, sesaat kemudian, mereka membuatmu merasa jadi lelaki paling malang yang pernah dilahirkan. (hlm. 206)
  4. Manusia memang tidak pernah belajar dari pengalaman. (hlm. 212)
  5. Kau tidak belajar mencintai. Kau mencintai dengan sendirinya. (hlm. 297)
  6. Tidak ada yang terenggut. Setiap orang punya keajaiban cintanya sendiri. (hlm. 320)
  7. Cinta. Semanis apa pun awalnya, cinta hanya meninggalkan luka. Ilusi, itulah cinta. Ilusi yang membutakan mata. (hlm.132)

Saya mau ke toko buku milik Mister Lowesley!! ƪ(♥▿♥)ʃƪ(♥▿♥)ʃƪ(♥▿♥)ʃ

london 3

Ini jenis toko buku yang kusukai, tidak terlalu luas, tetapi padat, dan berbau kertas tua. Tiga dari empat dindingnya tertutup rak kayu hingga langit-langit dan rak-rak itu dijejali ribuan buku. Selain meja yang tadi, masih ada dua lagi meja serupa yang tersebar tidak beraturan dan sepasang kursi baca di salah satu sudut. Buku-buku yang dijual adalah sastra klasik dan catatan perjalanan. Sebagian diantaranya merupakan buku bekas, tetapi bukan buku bekas biasa, melainkan cetakan lama yang lama. (hlm. 80)

“Kenapa harus cetakan pertama? Kau ini kolektor atau apa? Aku juga penggemar buku langka; cetakan pertama, edisi khusus semacam itu. Tidak semaniak dirimu, tentu saja, tapi aku sangat suka bau kertas tua yang warnanya sudah menguning dan pinggirannya berbintik coklat.” (hlm. 192)

 Saya juga mau ke sini!! ~(ˆ▽ˆ~) ~(ˆ▽ˆ)~ (~ˆ▽ˆ)~

london 4
Shakespeare’s Globe Theatre terbuat dari kayu. Dinding luarnya putih. Atapnya abu-abu tua. Ruangan di dalamnya cokelat cerah. Bangunan itu memiliki tribun tiga tingkat di bagian tepi sementara bagaian tengahnya kosong dan tidak disertai ruangan –diperuntukkan bagi penonton yang kehabisan tempat duduk. Panggung berada di sisi barat daya, tingginya hampir dua meter. (hlm. 100)

Dari semua serial STPC yang diterbitkan GagasMedia dan Bukune, London adalah yang pertama kali saya baca.  Ini pun dapetnya lewat #ArisanBuku bulan Februari. #PustakawanMacamApaIniKudetSoalBacaan #DitibanBuku ~~~(/´▽`)/

Entah kenapa, dibanding kisah Ning dan Gilang, saya malah lebih suka kisah antara Madam Ellis dan Mister Lowesly. Chemistry-nya lebih berasa (‾▽‾)♥(‾⌣‾)

Selalu suka tulisan Windry Ramadhina, tapi saya masih suka Memori dan Montase. Meski demikian, novel ini berhasil mendeskripsikan London dengan detail. Kita akan menemukan tempat-tempat kece. Cover yang sangat merepresentasikan London; hitam merah ditambah kartu pos unyu khas London (kartu posnya diminta murid :p). Poin plusnya lagi adalah endingnya yang tak tertebak! 😉

Keterangan Buku:

Judul                     : London

Penulis                 : Windry Ramadhina

Editor                    : Ayuning & Gita Romadhona

Proofreader       : Jia Effendie, Jumali Ariadinata

Desain cover      : Levina Lesmana

Ilustrator isi        : Diani Apsari

Penerbit              : GagasMedia

Terbit                    : 2013 (Cetakan Ketiga)

Tebal                     : 330 hlm.

ISBN                      : 979-780-653-7

Ini dia kartu pos unyu itu:

london 5
Dari balik cover;

london 6
Sampul belakang yang juga unyu;

london 7

Indonesian Romance Reading Challenge 2014

https://luckty.wordpress.com/2014/01/01/indonesian-romance-reading-challenge-2014/

Lucky No. 14 Reading Challenge 2014

https://luckty.wordpress.com/2014/01/01/lucky-no-14-reading-challenge-2014/

31 thoughts on “REVIEW London”

  1. Memangnya, kau bisa jatuh cinta kepada seseorang yang sudah kau kenal selama delapan tahun? Kau tahu semua tentang dirinya; masa lalunya, rahasia-rahasianya, kebiasaan-kebiasaan aneh yang dia lakukan; semua. Kau tidak akan bisa jatuh cinta kepadanya, percayalah. Kau cuma bisa melihatnya sebagai sahabat- tidak lebih. (hlm. 19)

    kemungkinannya ada. yang pasti, jika hubungannya berlanjut, maka rumah tangganya akan langgeng. kemungkinan lain adalah jika salah satu tidak menghendaki hubungan yang lebih dari persahabatan, maka persahabatan menjadi hancur. rusak. setidaknya dua kondisi itu sudah saya temui dalam kehidupan nyata dari orang-orang di sekeliling saya.

    Cinta sejati tidak selalu berjalan mulus. (hlm. 56)

    saya jadi ingat tentang reality show yang menampilkan para pejuang cinta. sejatinya, yang namanya perjuangan bukan seperti yang dilakukan oleh para pelaku di dalam acara tersebut. perjuangannya terlalu mudah. mungkin kalau perjuangan yang dilakukan oleh Gilang ini bolehlah dikatakan sebagai perjuangan cinta 😀

    Kau tidak belajar mencintai. Kau mencintai dengan sendirinya. (hlm. 297)

    cinta itu bukanlah sebuah teori yang kemudian langsung dipraktekan. setiap orang punya rasa cinta sendiri-sendiri. punya cara untuk mencintai masing-masing. dan sepertinya, tidak bisa disamakan antara satu dan lainnya. jadi, mencintailah dengan cara sendiri. jangan meniru cara orang lain. sebab yang kita cintai dan yang mereka cintai bukanlah orang yang sama. 😀

    Cinta. Semanis apa pun awalnya, cinta hanya meninggalkan luka. Ilusi, itulah cinta. Ilusi yang membutakan mata. (hlm.132)

    Tapi kenapa banyak orang yang mengejar cinta? sejatinya cinta itu tidak salah. cinta akan menjadi seperti apa yang ingin diwujudkan oleh pelakunya. cinta bisa manis dari awal hingga akhir atau manis di awal namun berujung pahit, tergantung para pelakunya.

  2. ambaran London yang menarik.. Sampul belakangnya bagus banget. Tapi paling suka sama kalimat yang ini
    Tidak ada yang terenggut. Setiap orang punya keajaiban cintanya sendiri. (hlm. 320)

    Ah, betapa sakitnya ketika kita dituduh merenggut seseorang dari sahabat kita yang ngefans sama dia. padahal tak pernah ada yang meminta dia mencintai kita 🙂

  3. Wah, ini seri STPC kedua yang pengin aku baca setelah Holland: One Fine Day in Leiden. kebetulan ada teman yang bisa dipinjami novel ini :). penasaran juga sama tulisannya mbak Windry ini, banyak yang bilang tulisannya bagus dan rinci

  4. Kalo gk salah, ini ciri khas Windry. Detail dlm mendeskripsikan sesuatu, termsk tokoh dn tempat. Gk semua penulis pny kemampuan spt ini. Dia tahuuu bgt gmn menjelaskan sesuatu dg detil tanpa bikin bosen yg bc. Eh kecuali d Montase, aku agak bosan. My most favorite itu Memory, baru London. Btw itu toko bukunya kyk d mimpikuuuu

  5. Di awal review, sempat ingat sama film Refain. Ceritanya juga ngejar sahabat yang dicintai ke luar negeri. Bedanya, ini ke London. Sedangkan Refrain kalo ngga salah ke Austria.. 😉

    1. Beda kok, kalo di refrain, kisah Nata ama Niki sedikit porsinya di Austria. Nah, kalo di novel ini LONDONnya berasa banget 😀

  6. Wah-wah-wah, London itu memang kota impian.
    Yang lebih enak lagi, abis baca review kaka, terus baca novel aslinya deh…hehehe *kode*

    Bdw haruskah kita mengurai sedikit tentang penulis dalam review?
    abisnya sepertinya nggak semua review kaka tulis tentang para penulis.

  7. AAAAAAAA, kak aku makin penasaran pingin cepet2 beli dan baca bukunya, tapi sayangnya dikotaku gak ada, udah nyari di tobuk. Terus kan sempet ada pesta buku gitu, padahal berharap banget bisa beli disana, eh pas ke sana ternyata LONDONnya gak ada jugaaaaaa. Ditambah review dari kakak yang bagus dan berhasil buat aku tambah penasaran, moga cepet-cepet bisa punya ini novel, amin. 🙂

  8. Ughh… review Mbak Luckty tuh selalu sukses bikin aku penasaran. Karena ending bukunya pasti nggak ditulis. Terus, Gilang bakal ketemu Ning nggak tuh?? Tapi, aku suka karena Mbak selalu cantumin kata-kata favorit yang keren-keren itu.
    Sukses selalu, Mbak.

    Anis Antika
    @AntikaAnis

Leave a reply to luckty Cancel reply