resensi

REVIEW Rain in Paris

Pernahkah merasa hatimu seperti kosong? Tidak tahu apa yang benar-benar dirasakan. Bahkan, kamu tidak mengetahui isi otakmu. Pernah? (hlm. 141)

Bagaimana sebuah hubungan diawali dengan suka cita dan diakhiri dengan duka mendalam? Bagaimana kedua orang yang dulunya memadu kasih, kini seperti tak pernah kenal? Tak ada lagi kata sapa, apalagi cinta. Dan, tak ada lagi pesan singkat yang mengingatkan untuk menjaga pola makan atau menyuruh agar tidur tidak larut malam.

Sekali lagi, ini memang lucu. Atau, aneh. Jatuh cinta tak butuh waktu lama, bahkan sedetik pun bisa. Namun, melupakan atau orang-orangyang sebut sebagai move on itu tidaklah mudah. Butuh waktu lama. Bahkan, bisa bertahun-tahun. Tergantung dalamnya perasaan itu. Perasaan yang bisa membuatmu mabuk kepayang dan hancur berkeping-keping, at the same time.

Itulah cinta. Tetap saja semua orang butuh. Jika tak ada cinta, kita tak bisa membayangkan bagaimana membosankannya hidup ini.

Hubungan yang udah retak mau diperbaiki sebaik apa pun tetap aja nggak akan sama kayak dulu lagi. Ibarat guci udah pecah, mau dilem pake lem semahal apa pun tetap aja kelihatan retaknya. (hlm. 153)

Adalah Audrey yang sudah berpacaran dengan Valian sejakmereka masih SMA. Audrey mendapat beasiswa di IFA, Paris. Berarti mereka bakal menjalani LDR. Dan Valian tidak sanggup. Dia memutuskan berpisah dengan Audrey, daripada LDR. Keputusan yang diambilnya ternyata keliru. Ternyata Valian tidak bisa melupakan Audrey begitu pula sebaliknya.

Hal yang paling menyakitkan adalah bukan karena rindumu tak berbalas, melainkan ketika kamu masih terlalu rindu, namun sudah tidak boleh lagi mengatakannya kepada orang yang kamu rindukan. (hlm. 115)

Banyak kalimat favorit yang bertebaran dalam novel ini:

  1. Mimpimu sudah di depan mata, mau kamu tolak? (hlm. 7)
  2. Kenapa cewek harus sok basa-basi menanyakan film yang mau cowoknya tonton kalau jelas-jelas pada akhirnya cowok juga yang harus mengalah. (hlm. 12)
  3. Suara hati memang benar-benar tidak bisa dibohongi. (hlm. 11)
  4. Namanya juga film. Apa saja bisa terjadi. Tergantung pada sutradara yang ibarat Tuhan, bebas mengatur apa saja. (hlm. 15)
  5. Ada kalanya, waktu yang sudah berlalu dan tidak bisa diputar kembali itu kita sesali. (hlm. 18)
  6. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. (hlm. 78)
  7. Pikir positif aja dulu, jangan kebanyakan mikirin yang nggak penting. (hlm. 87)
  8. Aku mencari, kamu menjauh. Kita layaknya jari-jemari yang saling bersilangan, namun tidak pernah bertegur sapa. (hlm. 127)
  9. Untuk mengikhlaskan seseorang itu, kita juga harus belajar memaafkannya. (hlm. 129)

Suka dengan filosofi hujan dalam kalimat ini:

“Apa yang paling kamu suka?”

“Hujan.”

“Mengapa hujan?”’

“Karena hujan selalu turun tanpa peduli omongan orang. Ketika hujan turun, ada orang yang mencaci makinya karena mengganggu harinya, atau membuat cuciannya nggak kering, atau bisa juga karena orang itu takut banjir di daerah rumahnya. Tapi, hujan tetap akan turun karena ia tahu selalu ada orang yang mengingatkan kehadirannya. Entah karena bosan dengan musim kemarau berkepanjangan, atau ingin melihat pelangi sesudahnya. Jadi, aku ingin seperti hujan, tanpa peduli orang yang tidak suka denganku. Aku akan terus hidup dan berkarya. Karena, aku tahu selalu ada orang yang menyayangiku. (hlm. 116)

Mengambil setting Perancis. Selain Menara Eiffel, kita diajak menelusuri Museum Louvre, Champ Elysees, Arc de Triomphe, dan lain-lain. Sayangnya, di setiap tempat-tempat khas Perancis itu kurang dijabarkan secara mendetail. Terkesan hanya tempelan saja. Semacam membaca brosur perjalanan. Padahal ini bisa berpotensi menjadi nilai plus novel ini. Soal setting Paris, #CinderellaInParis-nya @sarimusdar belum ada yang menandingi. Terlepas dari itu, novel ini cocok buat yang menjalani LDR 😀 #DikeprukPasanganLDR

Karena, satu-satunya wanita yang aku sayang selain ibuku itu kamu. Perasaan ini nggak pernah berubah semenjak kita mulai pacaran dulu. Bahkan, selalu bertambah. (hlm. 146)

Keterangan Buku:

Judul                : Rain in Paris

Penulis              : Cindy Pricilla

Editor               : Itanovidya

Layouter           : Fitri Raharjo

Desainer cover: Ruri Hefni

Pracetak           : Endang

Penerbit            : de TEENS

Terbit               : Agustus 2013

Tebal                : 192 hlm.

ISBN               : 978-602-255-261-1

2013 Indonesian Romance Reading Challenge

https://luckty.wordpress.com/2013/01/04/2013-indonesian-romance-reading-challenge/#comment-959

http://lustandcoffee.wordpress.com/2013-indonesian-romance-reading-challenge/

New Authors Reading Challenge 2013

http://renslittlecorner.blogspot.com/2013/01/new-authors-reading-challenge-2013.html

https://luckty.wordpress.com/2013/02/12/new-authors/

25 thoughts on “REVIEW Rain in Paris”

  1. Begitu baca review ini sepertinya buku Rain In Paris ini penuh dengan quotes-quotes yang menarik,apalagi filosofi dari hujan sepertinya bukan hanya mbak luckty saja yang suka aku juga suka, filossfi itu memiliki makna yang mendalam terutama bagi aku yang baru baca review ini.

    Quotes yang ada dibuku ini sepertinya menutupi kekurangan dari buku ini yang berupa latar tempat yang kurang dijabarkan dengan detail, tapi itu nggak membuat buku ini jadi nggak menarik. Aku sih berpikir simple judulnya menarik,reviewnya menarik,bukunya juga menarik ;D

    Terus mereview dengan baik untuk mbak luckty (^^)9 semangat ’45 hehe ikutan #GiveawayPustakawin Hope me luck 🙂 ini review ke => *4

  2. Reviewnya ciamik… 🙂

    Hal yang paling menyakitkan adalah bukan karena rindumu tak berbalas, melainkan ketika kamu masih terlalu rindu, namun sudah tidak boleh lagi mengatakannya kepada orang yang kamu rindukan. (hlm. 115)

    fakta banget ni. suka suka suka 😀 😀 😀

  3. Ah Prancis. Salah satu negara yang ingin saya kunjungi karena (katanya) romantis. Sayang kenapa mereka putus ya? Padahal kan kalau LDR Indonesia-Prancis jadi ada channel ke Prancis hehehe.
    Saat membaca review buku mbak luckty saya mulai membayangkan saat diberi kesempatan untuk membaca buku ini. Mungkin saya akan membacanya dengan penuh perhatian agar tidak melewatkan satu sudut pun yang menceritakan latar ceritanya di Prancis. hehehe.

  4. Ada kalanya, waktu yang sudah berlalu dan tidak bisa diputar kembali itu kita sesali. (hlm. 18)

    Maybe buku yang bisa bikin jatuh cinta sama paris?
    Ehm,
    Saya ragu mau beli ini, soalnya yahh… budget. x(

  5. Setting Paris nya itu dan itu. 😀
    Aku pernah baca novel Paris STPC. Suka sama settingnya yang nggak itu itu lagi. Dan itu jadi poin plus untuk Paris STPC.
    Tapi, menilai sebuah bacaan harus bisa melihat dari semua sudut. Benarkan mbak? So, menurut mbak Luckty bagian mana dari novel ini yang bikin kita tertarik untuk membacanya?

  6. Hal yang paling menyakitkan adalah bukan karena rindumu tak berbalas, melainkan ketika kamu masih terlalu rindu, namun sudah tidak boleh lagi mengatakannya kepada orang yang kamu rindukan. (hlm. 115)

    Kalimat ini bikin, JLEB!

  7. wah aku suka banget sama buku-buku yang settingnya kota Paris, soalnya aku emang pengen banget kesana. Setidaknya walaupun hanya lewat membaca, mungkin bisa sedikit mewakilkan keinginanku hehe. Ya, walaupun kata mbak settingan buku ini hanya seperti tempelan saja, tapi aku tetap penasaran 😀 hehe

  8. Oh ini Luckty penulis yg bingung kenapa bukuku jadi best seller dan menang di PSAnya grasindo.

    Dia bilang tulisan saya terlalu detil menjelaskan ttg setiap kota yg jadi latar belakang novel saya. yia gimana ya, saya beneran pernah backpacking ke negara2 itu dan tinggal di paris 1 bulan untuk kursus perancis.
    kalau dia mungkin hanya lihat brosur,

    terus dia bilang banyak kebetulan spt saras yg ketemu banyak cowok di setiap kota, ya gimana lagi CIP memang diilhami kisah nyata saya, dan kalau kita ramah,lancar bhs inggris dan bisa bhs eropa lainnya, tinggal di hostel akan mudah ketemuu banyak orang/ traveler lain.

    ah tapi sudahlah, setiap buku punya rezeki masing-masing, karena saya sadar nulis novel itu susah, kalo ngga bisa komen bagus saya ngga akan berani rate novel penulis lain 1 / jelek banget. Tapi mungkin priscilla ini merasa dirinya lbh hebat dari wartawan seksi literatur di Majalah Femina yg berani merekomendasikan novel Cinderella in Paris untuk pembacanya, Tahu sendiri kan Femina punya standar tinggi untuk buku-buku yang mereka review di majalah mereka.

Leave a comment