resensi

REVIEW Alanna

“Mengapa sulit sekali bagimu mengira bahwa mungkin seseorang menyukaimu dan ingin melakukan sesuatu untukmu? Itulah pertemanan.” (hlm. 175)

“Manusia tidak akan tahu bagaimana akhir perjalanan hidupnya.” (hlm.259)

Thom dan Alanna of Trebond adalah anak kembar. Mereka sama-sama memiliki rambut merah dan mata ungu. Satu-satunya yang membedakan mereka –sejauh yang bisa dilihat- adalah panjang rambut mereka. Wajah dan bentuk tubuh mereka benar-benar mirip. Sehingga mereka tidak bisa dibedakan satu sama lain jika mengenakan busana yang sama.

Semua anak perempuan dari keluarga ningrat mengenyam pendidikan di konvensi sampai mereka berusia lima belas atau enam belas tahun. Itu adalah usia yang dianggap pas bagi mereka untuk berumah tangga. Adapun putra sulungkeluarga ningrat biasanya mempelajari keterampilan dan kewajiban seorang ksatria di istana raja. Adik laki-laki mereka bisa mengikuti jejak kakaknya, atau mereka bisa belajar di konvensi, kemudian di biara pendeta, tempat mereka mempelajarai agama atau sihir.

Meski mereka sekilas mirip, tapi jiwa dan keinginan sangat berlainan satu sama lain. Thom ingin menjadi ahli sihir, sedangkan Alanna ingin menjadi ksatria. Ide jahil pun menghampiri, mereka bertukar tempat demi cita-cita masing-masing.

Dari sinilah cerita kisah Alanna dimulai untuk berjuang menjadi seorang ksatria. Dia harus menutupi identitas aslinya agar tidak diremehkan oleh orang lain. Banyak rintangan dan hambatan yang harus dihadapi Alanna.

“Kau hanya memikirkan kemenangan. Tapi, ada nyawa yang melayang. Juga keluarga-keluarga yang kehilangan ayah dan mengalami penderitaan. Berpikirlah masak-masak sebelum kau bertempur. Pikirkan siapa yang kau perangi, seakan-akan suatu hari kau pasti akan mendapatkan balasan. Dan seandainya kau ingin menebus nyawa yang kau renggut, gunakanlah kekuatan penyembuhanmu. (hlm. 17-18)

“Akan datang waktu, ketika kau terpaksa berkelahi dengan seseorang yang kurang terlatih dibandingkan dirimu. Itu tidak bisa dihindari. Dan itu tidak menjadikanmu seorang pengecut. Hanya saja kau harus menggunakan keterampilanmu secara bijak.” (hlm. 111)

Selain harus belajar keras untuk menjadi seorang ksatria, Alanna juga harus bisa mengendalikan kemampuan Bakat yang dimilikinya. Istimewa. Tidak semua memilikinya. Dia harus mengasah bakatnya untuk ke hal-hal yang positif.

“Tapi aku punya bakat. Bakat itulah yang membuatku melihat lebih jelas dibandingkan kebanyakan orang.” (hlm. 73)

“Bakat hanyalah kemampuan. Tidak semua orang memilikinya, sama seperti tidak semua orang memiliki otak yang cerdas atau refleks yang bagus.” (hlm.121)

“Kau tidak bisa menggunakan bakatmu untuk mengubah segala kehendak terhadap dirimu. Bahkan kau akan dianggap bodoh jika mencobanya.” (hlm. 193)

“Seorang ksatria harus mengasah seluruh kemampuan yang dimilikinya secara sempurna. Tidak jarang, kesehatan dipersenjatai dengan kekuatan sihir.”(hlm. 139)

Tidak hanya itu, Alanna juga harus bisa menaklukkan monster yang selalu merongrong Kota Hitam; Ylon dan Ylanda:

“Cahaya terang, nyalakan api—

Berkobarlah di sekeliling Ysandir.

Nyalakan api, berkobarlah

Bakar Ysandir demi demi nama Mithros” (hlm. 281)

Kalimat favorit:

  1. “Kuharap kau bisa menjadi orang yang lebih baik dibanding ayahmu. Dulu, dia tak pernah lepas dari buku.” (hlm. 35)
  2. “Tapi aku harus membaca bab pertama buku ini nanti malam, di waktu senggangku!” (hlm. 53)
  3. Pendeta yang memberi pelajaran membaca dan menulis menugaskan Alanna membaca sebuah buku keras-keras dan menyalinnya di atas kertas. (hlm. 51)

Seperti ababil pada umumnya, Alanna juga merasakan benih-benih cinta #eaaa. Manakah yang akan dipilihnya; Pangeran Jonathan atau George yang selalu siap membantunya kapan saja?!? (‾▽‾)♥(‾⌣‾)

Suka dengan cerita fantasi seperti ini. Jadi penasaran dengan buku berikutnya; In the Hand of the Goddess yang merupakan lanjutan dari buku ini.

“Kau selalu bisa mengubah posisimu dalam kehidupan ini, entah kau memiliki bakat atau tidak. Tapi, kau tidak bisa mengubah sesuatu yang telah dijadikan dewa untukmu. Semakin cepat kau menerimanya, semakin berbahagialah dirimu.” (hlm. 193)

Keterangan Buku:

Judul                            : Alanna

Penulis                          : Tamora Pierce

Pewajah sampul            : Yann Tisseron

Pewajah isi                   : Kamal Ufukraetif Design

Penerjemah                  : Leinofar Bahfein

Pemeriksa aksara         : Cahyo Prasetyo

Penerbit                        : Ufuk

Terbit                           : Mei 2012

Tebal                            : 312 hlm.

ISBN                           : 978-602-9346-22-0

Cover asli:

New Authors Reading Challenge 2013

http://renslittlecorner.blogspot.com/2013/01/new-authors-reading-challenge-2013.html

https://luckty.wordpress.com/2013/02/12/new-authors/

17 thoughts on “REVIEW Alanna”

  1. belum pernah baca genre fantasy sih sebenernya,
    tapi .. setelah baca review2 nya mbak e jadi penasaran sama si Fantasy :3

  2. Perlu kepekaan dalam mengasah keterampilan. Seringkali yang kita anggap tak punya bakat kalau dilatih malah lebih berbakat. Aku kurang setuju jika manusia tidak dapat mengetahui akhir hidupnya, kemungkinan bagaimananya nanti dapat dilihat atau diprediksi sejak dini. Walaupun selalu ada tangan yang lebih kuasa dari tangan kita.

  3. Novel ini sering jadi perbincangan di salah satu grup, tapi entah kenapa hingga sekarang, bahkan setelah membaca review ini, saya belum begitu tertarik untuk membaca kisahnya ._.

  4. Sejujurnya saya kurang tertarik dengan cerita fantasi, saya lebih suka cerita realita, ya termasuk realita romantisme hehe. Satu-satunya buku fantasi yang saya suka hanya Harry Potter 😀
    Review ini juga tidak mendukung saya untuk membedah buku ini lebih dalam wkwkw

  5. sekilas baca judulnya “Alana song of the loneliness” padahal “Alana song of the lioness” -__- heuuuhh maklumlah jones ekekek~ malah curcol -.-

Leave a comment